Iran Tuduh Donald Trump Lebih Berbahaya dan Menjadi Ancaman Dibanding Saddam Hussein

- 27 September 2020, 10:22 WIB
Donald Trump.
Donald Trump. /

 

PR BEKASI - Juru bicara pemerintah Iran Ali Rabiei mengatakan bahwa Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump merupakan ancaman yang sangat berbahaya bagi Iran dibandingkan Saddam Hussein yang telah melancarkan perang antara Iran dan Irak selama delapan tahun sejak 1980 hingga 1988.

Baghdad menginvasi Iran untuk merebut provinsi kaya minya Khuzestan seteelah revolusi 1979.

Konflik tersebut menewaskan setidaknya 1,2 juta orang. Irak diduga menggunakan senjata kimia terhadap paskan Iran dan warga sipil.

Baca Juga: Lestarikan Budaya Sunda, Uu Ruzhanul Ulum Resmikan Desa Wisata Tipar di Sukabumi

"Sejumlah pasukan elit politik di berbagai tingkatan tidak percaya bahwa saat ini Donald Trump lebih kejam dan brutal daripada Saddam, lebih membahayakan nyawa, kesehatan, dan mata pencaharian warga Iran," kata Ali Rabiel yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Sputnik, Minggu, 27 September 2020.

"Bila sadam ingin merebut Khuzestan dan (kota ) Khorramshahr, dan bahkan dengan kata-katanya sendiri, setidaknya Arvand Rud (sungai) dari Iran, hari ini Donald Trump sedang berusaha memecah dan menebas Iran untuk mengalahkan semangat nasional dan identitas masyarakat Iran," tuturnya menambahkan.

Selain itu, dia juga mengatakan, pemerintah Saddan Hussein mengancam akan menghancurkan desa-desa dan kota-kota Iran, hari ini Donald Trump mengancam untuk menghancurkan pust budaya dan peradaban.

Baca Juga: Viral Penampakan Gunung Salak Terbelah, BNPB Beri Peringatan ke Warga

Ali Rabiei juga menyinggung kemballi ancaman Donald Trump pada awal tahun ini untuk menyerang 52 kota Iran. termasuk beberapa di tempat yang sangat tinggi dan penting bagi Iran dan budaya Iran.

Ketegangan antara Iran dan AS pun semakin membara usai Washington membunuh Komandan Pasukan Quds Jenderal Qasem Soleimani.

"Rezim Saddam menargetkan rakyat kami dengan roket dan bom, dan hari ini Donald Trump telah menargetkan kesehatan, kehidupan dan mata pencaharian orang-orang dengan memborbardir melalui sanksi ekonomi dan pembunuhan," kata Ali Rabiei melanjutkan.

Baca Juga: Beli Celana Dalam Dinar Candy Rp50 Juta, Bobby Stuntrider Ungkap Alasannya: Saya Merasa Tertantang

Rabiei ingat bahwa, sama seperti Saddam Hussein merobek Perjanjian Aljazair tahun 1975 tentang penyelesaian setiap sengketa perbatasan antara Iran dan Irak pada September 1980, beberapa hari sebelum meluncurkan perang agresi Irak terhadap Iran, demikian pula, pada tahun 2018, rezim Donald Trump pun melakukan sama terhadap kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Point of Action (JCPOA).

Rabiei juga menuduh pemerintahan Donald Trump membunuh Soleimani karena jenderal itu mengalahkan ISIS yang AS dukung.

Hal itu sama seperti ketika Iran menuduh Irak menargetkan Komandan Pasukan Darat Perang Iran-Irak Ali Sayad Shirazi, yang dibunuh oleh Mujahidin Rakyat Iran yang didukung Baghdad pada 1999.

Baca Juga: Sempat Anggap Covid-19 Sebuah Konspirasi, Kini Pria Ini Bagikan Pesan Penting Usai Terinfeksi

Rabiei mengatakan bahwa selama Perang Iran-Irak, garis depan berada di medan perang, hari ini garis depan adalah perang melawan terorisme ekonomi dan perang ekonomi.

Juru bicara itu menekankan bahwa Iran "tidak akan pernah menyerah" pada intimidasi atau pemaksaan AS, dan akan, cepat atau lambat, membuat para pengganggu bertekuk lutut.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Sputnik


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x