"Geng-geng ini tidak akan diizinkan untuk berkeliling dan merusak keamanan tanpa mendapat hukuman,” katanya.
Kematian itu adalah yang pertama di antara warga sipil Irak dalam pecahnya kekerasan terbaru, di mana pejuang Syiah Irak yang didukung Iran disalahkan karena menargetkan kepentingan AS di negara itu.
Serangkaian serangan telah menargetkan AS setelah Washington mengancam akan menutup kedutaannya dan menarik 3.000 tentaranya dari negara itu kecuali tembakan roket berhenti.
Baca Juga: Bantu Anak Tenaga Medis, Isyana Sarasvati: Tidak Ada Kebaikan yang Nilainya Sedikit
Antara Oktober 2019 dan Juli 2020, setidaknya 39 serangan roket menargetkan kepentingan AS di Irak. Angka serupa kembali terjadi dalam beberapa bulan terakhir.
Roket sering menargetkan kedutaan AS di Baghdad, di dalam Zona Hijau yang dijaga ketat, dan pasukan AS hadir di pangkalan Irak serta bandara Baghdad.
Bom pinggir jalan juga sering menargetkan konvoi yang membawa peralatan yang ditujukan untuk pasukan koalisi pimpinan AS.
Baca Juga: Jaksa Turki: Dua dari Enam Tersangka Pembunuh Jamal Khashoggi Didakwa Hukuman Penjara Seumur Hidup
Frekuensi tembakan roket telah membuat tegang hubungan Irak-AS, mendorong pemerintahan Trump pekan lalu untuk mengancam akan menutup misi diplomatiknya di Baghdad jika mereka yang diyakini berada di belakangnya tidak memerintah.
Serangan yang dimulai sekitar satu tahun lalu itu hanya menimbulkan sedikit korban. Insiden hari Senin adalah yang pertama merenggut begitu banyak nyawa warga sipil.