Baca Juga: Masih Temukan Pelajar dalam Demo UU Cipta Kerja, KPAI Ungkap Motif Mereka
Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Brunei melakukan klaim tandingan atas perairan yang kaya akan sumber daya alam itu yang mana merupakan wilayah yang dilalui perdagangan senilai 3 triliun dolar setiap tahunnya.
Indonesia juga bukan penuntut resmi wilayah tersebut, namun menganggap sebagian wilayah Laut China Selatan juga sebagai milik Indonesia.
Terlepas dari kedekatan strategis antara AS dengan negara-negara Asia Tenggara dalam upaya mengekang ambisi Tiongkok, membuat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya merasa ketakutan.
“Kebijakan anti-China yang sangat agresif dari AS telah membuat Indonesia dan kawasan itu ketakutan. Itu terlihat tidak pada tempatnya. Kami tidak ingin tertipu menjadi kampanye anti-China,” ucap Dino Patti Djalal, mantan Dubes RI untuk AS.
Baca Juga: Masih Temukan Pelajar dalam Demo UU Cipta Kerja, KPAI Ungkap Motif Mereka
“Tentu saja kami mempertahankan kemerdekaan kami, tetapi ada keterlibatan ekonomi yang lebih dalam dan China (Tiongkok) sekarang adalah negara paling berpengaruh di dunia bagi Indonesia,” tambahnya.
Greg Poling, seorang analis militer Asia Tenggara dari Pusat Kajian Strategis dan Internasional yang berbasis di Washington DC menilai bahwa hal ini adalah satu hal ceroboh yang dilakukan AS.
“Itu adalah indikasi betapa sedikit orang di Pemerintah AS yang memahami Indonesia. Ada batasan yang jelas untuk apa yang dapat dilakukan,” ucap Greg Poling.
Baru-baru ini AS memang menggunakan pangkalan militer di Singapura, Filipina, dan Malaysia untuk mengoperasikan penerbangan P-8 di atas Laut China Selatan.