Batasan Mural Saat Ini Dianggap Abu-abu, Ridwan Kamil Kritik Pelaku Mural: Harus Paham dan Jangan Baper

1 September 2021, 21:49 WIB
Ridwan Kamil mengkritik pelaku mural untuk paham dan jangan baper jika suatu saat karyanya hilang karena batasan mural masih abu-abu. /Kolase/Instagram/@ridwankamil

PR BEKASI - Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil menanggapi kasus mural yang belakangan ini mencuri perhatian masyarakat Indonesia karena terus dihapus aparat.

Sebelumnya, mural sempat viral karena gambar dan tulisan yang disampaikan berisi kritik sosial kepada pemerintah.

Namun dengan alasan melanggar ketertiban umum sehingga mural seringkali dihapus aparat.

Baca Juga: Ridwan Kamil Beri Tanggapan Soal Mural: Mural is Dead? Mari Berdialog 

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Instagram @ridwankamil, Kang Emil itu mengunggah foto mural yang bertuliskan 'MURAL IS DEAD' yang terpampang di salah satu landmark Jawa Barat yakni Gasibu.

Namun, apa makna dari foto 'MURAL IS DEAD' yang dibagikan Ridwan Kamil tersebut?

Ridwan kamil menyampaikan bahwa seseorang harus tahu batasan yang boleh dan mana yang tidak boleh atau tidak pantas.

Sehingga masyarakat bersikap bijaksana dalam menyampaikan kritik atau saran.

Baca Juga: Viral Mural Mirip Jokowi Tersenyum Lebar dengan Tulisan 'Aku Nyerah Pakdeh' 

Namun apakah hal itu menyindir soal gambar mural yang saat ini beredar di sudut Kota Indonesia, mengenai mana mural yang pantas atau tidak pantas.

"Kita ini harus berdialog dalam merumuskan “batas”," tulis Ridwan Kamil.

"Batasan mana yang boleh dan pantas, mana yang tidak boleh dan tidak pantas," sambungnya.

Menurut Gubernur Jawa Barat itu, sebagian besar pengguna media sosial, tidak semuanya memahami batasan antara kritik yang berdasarkan argumen dengan perundungan atau hinaan.

"Di dunia digital pun, tidak semua dari kita paham, mana itu “kritik” argumentatif mana itu “buli/hinaan”," ujarnya

Baca Juga: Terjadi Lagi, Mural Bertuliskan Kami Lapar Tuhan Picu Provokatif hingga Dihapus Pemerintah 

Ridwan kamil juga membedakan bahwa orang berjiwa besar lebih sering membicarakan gagasan sementara orang berjiwa kerdil, membicarakan orang lain.

Selain itu, ia menyinggung soal kebebasan berekspresi, kata Ridwan Kamil, kebebasan berekspresi diibaratkan dengan aktivitas berlalu lintas.

Dalam berlalu lintas, pengendara dibatasi dengan lampu merah atau rambu-rambu lalu lintas, begitu juga dengan menyampaikan kritik lewat mural.

Menurutnya, bentuk lukisan mural yang saat ini beredar, belum diatur batas-batasnya.

 Baca Juga: Roy Suryo Analisis Mural 'Jokowi 404: Not Found': Tidak Mirip Pak Presiden, Ngapain Dihapus?

"Seperti berlalu lintas kita pun dibatasi di lampu setopan, kebebasan ekspresi pun dibatasi, oleh nilai “kesepakatan budaya dan kearifan lokal”. Itulah kenapa isu “mural kritik” kelihatannya hari ini masih berada di ruang abu-abu," ucapnya

"Jika belum ada kesepahaman, maka tafsir boleh/tidak boleh akan selalu menyertai perjalanan dialektika “ ini kritik atau hinaan” dalam perjalanan demokrasi bangsa ini," ungkapnya.

Ridwan Kamil berspektif bahwa mural adalah seni ruang publik yang “temporer”, yang juga ada umurnya.

Tak berhenti sampai di situ, ia menegaskan bahwa pelaku mural harus paham dan jangan baper.

Baca Juga: Anak Buah Prabowo Sebut Serangan Budaya Korea dan AS Jadi Masalah Serius, Fadli Zon: Kita Masih Sibuk Mural 

Jika suatu karyanya hilang oleh aparat atau tertimpa mural lainnya karena mural sendiri saat ini belum diatur batas-batasnya.

"Pelaku mural juga harus paham dan jangan baper, jika karyanya suatu hari akan hilang. Apalagi tanpa izin pemilik tembok. Bisa pudar tersapu hujan, dihapus aparat ataupun hilang ditimpa pemural lainnya," kata Ridwan Kamil.***

Editor: M Bayu Pratama

Tags

Terkini

Terpopuler