Meski 15 Daerah di Jawa Barat Diizinkan Terapkan AKB, Epidemiolog Sebut Belum Ada Satu pun yang Siap

- 2 Juni 2020, 20:03 WIB
ILUSTRASI covid-19 atau virus corona yang bermutasi.*
ILUSTRASI covid-19 atau virus corona yang bermutasi.* /AFP/

PR BEKASI - Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Proposional masih diterapkan oleh sejumlah daerah di Jawa Barat termasuk yang masih dijalankan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung.

Hal ini berdasarkan hasil evaluasi Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Jawa Barat (Jabar), yang mana Kota Bandung masih berada di zona kuning.

Meski masih menjalankan PSBB Proposional, menurut kabar yang beredar Pemkot Bandung tengah menyiapkan penerapan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) atau yang lebih dikenal "New Normal".

Perihal Pemkot Bandung yang tengah bersiap menjalankan AKB, salah seorang Epidemolog bernama Dicky Budiman angkat bicara dan menyampaikan hal berbeda.

Baca Juga: TWICE Rilis Mini Album Terbaru More & More, Berikut 4 Cerita Menarik Di Belakangnya 

Dilansir Humas Kotas Bandung oleh Pikiranrakyat-Bekasi.com, Dicky Budiman mengatakan bahwa perihal penerapan AKB sendiri harus ditinjau dari berbagai indikator.

Jika dilihat di Indonesia, kata dia, belum satu pun kota yang siap untuk menerapkan atau memasuki masa AKB, termasuk DKI Jakarta yang dinilai olehnya paling baik dalam menangani pandemi ini.

Hal tersebut pun, dilanjutkan Dicky Budiman berlaku untuk wilayah Kota Bandung.

"Bandung belum siap. Sampai saat ini belum ada kabupaten/kota yang siap," ujarnya saat dihubungi Humas Kota Bandung.

Baca Juga: Tak Ingin Tergesa-gesa, Pembukaan Masjid Istiqlal Masih Dikaji Meski Renovasi Hampir Selesai 

Kata dia, World Health Organization (WHO) telah merilis pedoman suatu negara melaksanakan "New Normal", di mana terdapat beberapa indikator yang wajib terpenuhi sebelum penerapan AKB itu dilakukan.

"Indikator pertama yakni dari sisi epidemiologi, yang mana dari sisi angka reproduksi itu harus di bawah 1, jumlah kasus barunya paling ideal 0 atau berkurang setengahnya. Selanjutnya tidak ada kasus kematian akibat Covid-19. Itu dari sisi epidemiologi," ucap dia.

Selanjutnya, selain dari sisi epidemiologi, kata dia, indikator intervensi pun wajib menjadi perhatian, di antaranya adalah cakupan proses pengetesan penyebaran penyakit, pelacakan penyakit, hingga kesiapan aturan, sarana, dan prasana.

Baca Juga: Update Corona Kabupaten Bekasi Selasa 2 Juni 2020: Kasus Positif di RS Tersisa 18 

"Misalnya, berapa cakupan pengetesannya. Hal itu tidak boleh menurun jumlah pengetesannya, minimal sama atau lebih bagus meningkat dan dilakukan dengan PCR (Polymerase Chain Reaction). Jangan disebut kasus menurun karena pengetesan menurun, berarti itu tidak valid," katanya.

Hal yang tak kalah penting, sebagaimana disebutkan WHO, adalah partisipasi aktif dari masyarakat untuk menghentikan penyebaran Covid-19 ini. Menurut ilmuwan asal Kota Bandung ini, partisipasi inilah yang menjadi kunci penerapan AKB.

“WHO juga menyebutkan partisipasi aktif dan pemahaman dari masyarakat. Sejauh mana masyarakat memahami 'new normal', itu harus dari individu masyarakat,” ujarnya.

Ia menerangkan, AKB di level masyarakat adalah hal mendasar. Ada dua level AKB menurut pria asli Bandung itu, yaitu AKB di level individu dan AKB di level instansi. Level kedua tidak akan berhasil jika level pertama belum sempurna.

Baca Juga: Peneliti Temukan Gunung Api Terbesar di Dunia, Bersembunyi di Dasar Laut Samudra Pasifik

“Pertama individu dan masyarakat, artinya orang perorang. Ini bisa dilakukan sejak awal, edukasi dan sosialisasi sejak awal, sejak pandemi itu terjadi, dan tentu ini tidak perlu menunggu kriteria apapun,” katanya.

Tataran AKB individu harus sampai pada tahap perubahan perilaku. Masyarakat perlu terbiasa dengan protokol kesehatan umum seperti mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker, tidak pergi kemana pun jika tidak diperlukan, dan apa pun yang diperlukan untuk mencegah penularan.

Level kedua adalah, AKB yang diterapkan di ruang-ruang publik, seperti tempat ibadah, kantor, transportasi publik, dan pusat perbelanjaan.

Pusat perbelanjaan bisa saja menerapkan protokol kesehatan, misalnya melarang masuk pengunjung yang demam, tidak memakai masker, dan masuk dengan bergerombol.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Humas Bandung


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x