Ada Warga Surabaya yang Teriakkan 'Hancurkan Risma', Pengamat Ingatkan Bahayanya Ujaran Kebencian

28 November 2020, 07:20 WIB
Wali Kota Surabya, Tri Rismaharini. /Instagram @tri.rismaharini

PR BEKASI - Beredarnya video berisi ujaran kebencian yang dilakukan pendukung salah satu Paslon dalam Pilkada di Surabaya kepada Wali Kota Surabaya Tri Rirmaharini, dianggap peneliti termasuk dalam ujaran kebencian.

Seperti diketahui dalam video berdurasi 19 detik tersebut, tampak para pendukung Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya Machfud Arifin dan Mujiaman menyanyikan yel-yel 'Hancurkan Risma', yang ditujukan untuk Tri Rismaharini.

Menanggapi video itu, Dian Noeswantari dari Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Puham) Universitas Surabaya mengatakan bahwa yang dilakukan oleh para oknum pendukung tersebut terhadap Risma merupakan bentuk ujaran kebencian.

Baca Juga: Kasus Covid-19 di Inggris Meningkat, Begini Nasib Sinterklas Jelang Natal 2020 Menurut Boris Johnson

Perihal ujaran kebencian ini, menurutnya termuat dalam Pasal 19 Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik yang telah diadopsi menjadi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2015. 

Dian mengatakan, Pasal 19 Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik itu telah mengatur beberapa hal, seperti setiap orang berhak untuk berpendapat tanpa campur tangan.

Lalu yang kedua, yaitu setiap orang berhak atas kebebasan berekspresi, kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi dan gagasan dalam bentuk apapun, tanpa memandang batas negara, baik secara lisan, tertulis atau cetak, dalam hal seni maupun media lainnya.

Selanjutnya, mengatur soal pelaksanaan hak yang diatur dalam ayat (2) pasal ini disertai dengan tugas dan tanggung jawab yang khusus.

Baca Juga: Refly Harun Hadir Konferensi Pers dengan Gatot Nurmantyo, KAMI Beri 3 Poin Peringatan Kepada Rezim

"Karena itu, pelaksanaan hak ini tunduk pada batasan tertentu, sebagaimana ditentukan oleh hukum dan harus menghormati hak atau reputasi orang lain, melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum (ordre public), atau kesehatan atau moral masyarakat," tuturnya.

Ia juga mengatakan bahwa jika ujaran kebencian yang terus terpelihara, akan menyebabkan tumbuhnya kejahatan yang berujung pada tindak pidana.

"Ujaran kebencian atau hatred ini jika dibiarkan terjadi terus-menerus, akan bertumbuh menjadi hate crime atau kejahatan yang tergolong dalam tindak pidana kebencian, yang masih belum ada kodifikasinya dalam sistem hukum di Indonesia," kata Dian, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, Jumat, 27 November 2020.

Ia mencontohkan kejadian yang pernah terjadi di Afrika Selatan, yaitu apartheid yang dipicu adanya bentuk-bentuk ujaran kebencian yang mengarah pada tindak pidana kejahatan (hate crimes).

Baca Juga: Sudah Ditunggu, Berikut Pernyataan Resmi Gerindra Soal Kasus Suap Menteri KKP Edhy Prabowo

"Hal itu memuncak pada terjadi tindak pidana rasial atau apartheid di Afrika Selatan dan tindak pidana kejahatan atas kemanusiaan, genosida di Rwanda," kata Dian.

Sebab itu, Dian mengatakan meski kebebasan ekspresi dan berpendapat dijamin oleh Negara, namun dalam pelaksanaannya diperlukan sikap saling menghormati dan menghargai reputasi orang lain.

Hal ini penting menurutnya agar keamanan nasional, ketertiban umum hingga moral masyarakat dalam terjaga dengan baik.

Karena itu, jika diperlukan, maka ujaran kebencian dapat segera ditindak cepat oleh Kepolisian agar kejadian fatal tidak terjadi, seperti yang terjadi di Afrika Selatan atau Rwanda.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler