Sempat Ada Gerakan OPM, Ini Langkah yang Diambil Gus Dur untuk Rangkul Kembali Papua Kala Itu

2 Desember 2020, 10:31 WIB
Karikatur mantan Presiden Republik Indonesia, Abdurrahman Wahid (Gus Dur). /Wahid Foundation/

PR BEKASI – Pada Selasa, 1 Desember 2020 kemarin, Gerakan Persatuan Kemerdekaan Papua Barat (ULMWP) mendeklarasikan kemerdekaannya. Bahkan ULMWP telah mengangkat Benny Wenda sebagai Presiden sementara Papua Barat.

Meski deklarasi sepihak itu baru dilakukan ULMWP kemarin. Namun, nyatanya keinginan sebagian warga Papua untuk melepaskan diri dari NKRI telah lama ada. Bahkan dapat ditelusuri hingga tahun 1961.

Keinginan sebagian warga Papua untuk merdeka pernah kembali muncul ke permukaan dengan munculnya Organisasi Papua Merdeka (OPM), tak lama setelah lepasnya Timor Timur (Timor Leste) pada tahun 1999 berbarengan dengan munculnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh.

Baca Juga: Kecam Teror di Sigi, Syekh Ali Jaber: Muslim Maupun Non-muslim Berhak Rasakan Hak Aman di NKRI

Untungnya, di tengah gejolak tersebut, pemerintah berhasil mempertahankan keutuhan Republik Indonesia, semua tak terlepas dari kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan Presiden yang sedang menjabat kala itu, yakni Abdurrahaman Wahid atau lebih dikenal Gus Dur.

Lantas Kebijakan apa yang diambil Gus Dur, berikut kebijakan yang diambil Gus Dur seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari CRCS Universitas Gajah Mada (UGM), Rabu, 2 Desember 2020.

Bukan lewat kebijakan Militer apalagi kekerasan. Berbeda dengan Presiden sebelumnya yang mengambil pendekatan keamanan/militer, dan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) walau hasilnya masih diperdebatkan oleh pendukung Kemerdekaan Papua, mereka menuding hal itu dilakukan di bawah tekanan militer.

Baca Juga: Sebelum Bertolak ke Inggris, Tim Garuda Select Dapat Dukungan dari Iwan Fals

Gus Dur berhasil merangkul kembali Aceh dan Papua lewat "Dialog dalam Kewarganegaraan Bineka" seperti yang dijelaskan Pendiri Wahid Foundation Dr Ahmad Suaedy dalam bukunya "Gus Dur, Islam Nusantara, dan Kewarganegaraan Bhineka: Penyelesaian Konflik Aceh dan Papua 1999 – 2001".

Pada 1 Desember 1999, Theys Hiyo Eluay, salah satu pemimpin Papua kembali menyerukan rakyat Papua untuk mengibarkan bendera Bintang Kejora.

Dua bulan sejak dilantik, Gus Dur segera menangani Papua dengan misi awal mengembalikan rasa percaya Papua terhadap negara sebagai cara agar Papua tak ingin lepas dengan Indonesia.

Baca Juga: Instruksikan Banser Jaga Rumah Orang Tua Mahfud MD, Ketum GP Ansor: Ini Sudah Jadi Tanggung Jawab

Lewat gesture politiknya yang mendalam pada 31 Desember 1999 ia menginap di Jayapura untuk keperluan "melihat matahari terbit pada hari pertama milenium kedua di ujung timur provinsi Indonesia".

Gus Dur malam itu menemui pemimpin adat dan agama dan perwakilan masyarakat Papua. Pada waktu itu, kelompok yang pro-otonomi dan pro-kemerdekaan relatif seimbang.

Di penghujung milenium itulah Gus Dur mengumumkan pergantian nama Irian Jaya menjadi Papua dan memperbolehkan pengibaran bendera Bintang Kejora (yang dianggap simbol separatisme di masa Orde Baru), dengan syarat posisinya di bawah bendera Merah Putih.

Baca Juga: Bima Arya Kunjungi Pak Mahfud yang Saat Ini Terbaring Sakit, Aksi Nyentriknya Buat Masyarakat Rindu

Gus Dur berpandangan bahwa bendera-bendera ini bisa diakui sebagai simbol ekspresi kultural.

Gus Dur pun melepaskan 72 tahanan Papua, mendorong RUU Otonomi Khusus Papua (Otsus) yang baru disahkan saat Presiden Megawati menjabat, tak lama setelah Gus Dur lengser dari jabatannya sebagai presiden.

Selanjutnya Dr Suaedy dalam sebuah kesempatan menyatakan persoalan Papua harus dikembalikan pada garis UU Otonomi Khusus Papua (UU Otsus), tentu saja dengan mengedepankan pendekatan dialogis, penjamin HAM, dan penghentian rasisme, agar sesuai dengan Visi yang diperjuangkan oleh Gus Dur.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Universitas Gajah Mada (UGM)

Tags

Terkini

Terpopuler