Diplomat Jerman Kunjungi Markas FPI, Pakar Intelijen: Mencurigakan, Patut Diduga Lakukan Spionase

21 Desember 2020, 18:41 WIB
Pakar Intelijen sekaligus Direktur The Indonesia Intelligence Institute Ridlwan Habib. /Boyke Ledy Watra/ANTARA

PR BEKASI - Baru-baru ini, Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman mengaku bahwa dua orang staf Keduataan Besar (Kedubes) Jerman untuk Indonesia mendatangi Kantor Sekretariat DPP FPI, Petamburan, Jakarta Selatan.

Menurut Munarman, pihak Jerman turut berbelasungkawa atas tewasnya enam anggota FPI yang merupakan pengawal Habib Rizieq Shihab.

Kedubes Jerman di Jakarta pun mengakui bahwa ada staf diplomatiknya yang datang ke markas FPI di Petamburan pada Jumat, 18 Desember 2020.

Baca Juga: Jelang MotoGP 2021 Mandalika, Bali dan NTB Lakukan Sinergi

Namun, Kedubes Jerman menjelaskan bahwa tindakan itu inisiatif pribadi kedua diplomat tersebut dan bukan perintah resmi dari Pemerintah Jerman.

Menanggapi hal tersebut, Pakar Intelijen Ridlwan Habib menilai, tindakan diplomat asing tersebut patut diduga melakukan spionase terhadap Indonesia dan bisa diusir paksa.

"Tindakan diplomat Jerman berkunjung ke markas FPI makin terang. Tindakan itu mencurigakan dan patut diduga melakukan tindakan spionase atau mata mata," kata Ridlwan Habib di Jakarta, Senin, 21 Desember 2020, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

Baca Juga: Gibran Diduga Terseret Korupsi Bansos, Refly Harun: Semoga KPK Tak Takut 'Tembus' Tembok Kekuasaan

Direktur The Indonesia Intelligence Institute itu juga mengatakan, upaya diam-diam diplomat Jerman itu sangat mencurigakan. Apalagi, saat ini sedang ada kasus hukum yang menjerat anggota FPI.

"Tindakan diplomat Jerman itu janggal," ujar Ridlwan Habib.

Menurutnya, diplomat sering kali digunakan sebagai cover atau kedok agen intelijen resmi bekerja. Hal itu lazim dilakukan oleh berbagai negara.

Baca Juga: Bantah Terlibat Korupsi Bansos, Gibran: Saya Tidak Ikut Campur, Apalagi Rekomendasikan Goodie Bag

"Namun jika terbukti melakukan tindakan spionase secara terang-terangan, bisa diusir paksa, persona non grata," kata Ridlwan Habib.

Dia menjelaskan, sesuai dengan Pasal 3 Konvensi Jenewa yang mengatur hak-hak dan kekebalan diplomatik, seorang diplomat asing dilarang keras melakukan tindakan mata-mata di negara tempat tugasnya, dan Menteri Luar Negeri berhak mengusir diplomat itu.

Dia mencontohkan, sebuah peristiwa pada 1982, saat itu oknum diplomat Rusia bernama Finenko tertangkap melakukan kegiatan spionase dengan membeli informasi pada oknum tentara bernama Susdaryanto.

Baca Juga: Luas Area Tanam Bertambah, Kebutuhan Pupuk Subsidi Petani di Sukabumi Sempat Kekurangan

"Mereka tertangkap satgas operasi Pantai Bakin, dan Finenko langsung dipulangkan paksa," ujar Ridlwan Habib.

Ridlwan menilai, tindakan kunjungan diam-diam diplomat Jerman yang tidak diakui sebagai perintah resmi Pemerintah Jerman sudah cukup dijadikan sebagai bukti untuk mendesak yang bersangkutan dipulangkan ke Jerman.

"Kemlu RI bisa meminta identitas lengkap diplomat Jerman itu dan mendesak agar yang bersangkutan pulang ke Jerman." ujar Ridlwan Habib.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler