GAR ITB Ingin Sanksi Din Syamsuddin, JK: Dia Tidak Melanggar Etikanya sebagai ASN

15 Februari 2021, 20:02 WIB
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengomentari GAR ITB yang bersikeras memberikan Din Syamsuddin sanksi. /Twitter @Pak_JK

PR BEKASI - Mantan Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla turut berpendapat soal keinginan Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Institut Teknologi Bandung (ITB) menjatuhkan sanksi terhadap mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin.

Sebelumnya, kelompok yang mengatasnamakan GAR yang berisikan alumnus ITB meminta Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menjatuhkan sanksi kepada Din Syamsuddin atas dugaan pelanggaran kode etik.

Din Syamsuddin juga saat ini tercatat sebagai dosen tetap di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah di Jakarta.

Surat terbuka Nomor 10/Srt/GAR-ITB/I/2021 itu diklaim ditandatangani 1.977 alumnus ITB dari berbagai angkatan dan jurusan pada 28 Oktober 2020.

Baca Juga: Tanggul Kali Bekasi di Pondok Gede Permai yang Amblas Akan Diperbaiki Mulai Malam Ini

Baca Juga: Akan Bom Pasukan Iran, Pesawat Tempur Israel Berhasil Dicegat Pertahanan Udara Suriah

Baca Juga: Desak MUI Larang Ustaz Yahya Waloni Ceramah, Dewi Tanjung: Dia Iblis Menyerupai Manusia yang Menebar Kebencian

Menurut JK, dosen yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) diperbolehkan menggunakan kemampuan akademisnya untuk menyampaikan kritik selama caranya tidak melanggar peraturan dan undang-undang yang berlaku.

"Di UI, contoh saja Faisal Basri, dia khan selalu mengkritik pemerintah. Tidak apa-apa, dia profesional. Jadi bukan melanggar etika ASN. Kalau seorang dirjen (di suatu kementerian) mengkritik pemerintah, itu baru salah," ucapnya dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com, Senin, 15 Februari 2021.

Oleh karena itu ungkap JK, Din Syamsuddin tidak melanggar etikanya sebagai ASN melainkan menggunakan kapasitasnya sebagai akademisi dalam menyampaikan kritiknya kepada pemerintah.

Baca Juga: Menang Atas Lazio, Inter Milan Geser Saudara Tua dari Puncak Klasemen Serie A

"Ada ASN akademis dan inilah Pak Din di sini. Dia dosen dan dia kemudian mengkritik. Jadi itu bukan soal (pelanggaran) etika, itu adalah profesi. Dia menggunakan keilmuannya untuk membicarakan sesuatu, itu bukan (masalah) etika," kata dia.

Menurut JK, ASN terbagi menjadi dua kategori, yakni yang berada di struktur pemerintah dan di lingkungan akademis. 

ASN di pemerintahan itulah yang tidak boleh mengkritik pemerintah karena mereka berada di suatu struktur pemerintahan.

Baca Juga: Peneliti Klaim Tak Sengaja Temukan Bukti Kehidupan di Bawah Lapisan Es Antartika

Selain itu, JK juga mencontohkan ada kelompok-kelompok di universitas negeri yang menggaungkan gerakan antikorupsi. 

Menurut dia, kelompok akademisi yang menyampaikan kritik kepada pemerintah merupakan wajar dan diperlukan di negara demokratis seperti Indonesia.

"Bayangkan kalau tidak ada akademisi seperti itu, yang tidak membuka jalan alternatif; maka negeri ini bisa menjadi otoriter," ujarnya.

Baca Juga: Jokowi Disebut Nikmati Nepotisme Politik dan Lupakan Isu Papua, Amien Rais: Kita Prihatin

KASN diketahui telah melimpahkan laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku yang dilakukan oleh Din Syamsuddin ke Kemenag. 

Selain ke Kemenag, laporan yang dilayangkan GAR ITB itu juga diteruskan ke Satuan Tugas Penanganan Radikalisme ASN.

Sejumlah pihak turut merespons tudingan radikal terhadap Din Syamsuddin. 

Baca Juga: Dedek Prayudi Ungkap Tiga Kartu yang Buktikan Kualitas Oposisi Jokowi Tidak Berubah Sejak 2014

Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas meminta tak sembarangan memberi label kepada Din Syamsuddin sebagai seorang yang radikal. 

Yaqut menyebut persoalan dugaan pelanggaran kode etik Din Syamsuddin harus dilihat secara proporsional.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler