Kasus Jokowi di NTT Disamakan dengan HRS, Teddy Gusnaidi: Gue Udah Pernah Jelasin Pas Raffi Ahmad

26 Februari 2021, 19:12 WIB
Dewan Pakar PKPI, Teddy Gusnaidi menyebut kejadian kunjungan kerja Presiden Jokowi tak bisa disamakan dengan kasus hukum yang menjerat HRS, karena keduanya merupakan hal berbeda. /Kolase foto tangkap layar YouTube/ILC/Antara Foto/Fauzan

PR BEKASI - Dewan Pakar Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Teddy Gusnaidi memberikan tanggapan terkait kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menimbulkan kerumunan disamakan dengan pemenjaraan mantan Imam Besar FPI Rizieq Shihab atau HRS.

Terkait hal itu, Teddy Gusnaidi mengaku sudah pernah menjelaskan persoalan ini beberapa waktu lalu.

Ia menyebut penjelasannya tersebut terjadi saat polemik Presenter Raffi Ahmad berkumpul dengan rekan artisnya yang turut dibandingkan dengan penahanan HRS.

“Sebelumnya gue sudah pernah jelaskan, ketika Raffi Ahmad dijadikan bahan oleh orang-orang yang gak ngerti tapi sok ngerti untuk meloloskan Rizieq and the gank dari jerat hukum,” ucap Teddy Gusnaidi dalam cuitannya, Jumat, 26 Februari 2021.

Baca Juga: Moeldoko Merasa Ditekan, Andi Arief: Masih Terus Bergerak dan Bersekongkol Kok Merasa Ditekan 

Baca Juga: Kota Bekasi Dilanda Badai Puting Beliung, Sejumlah Pohon Tumbang dan 29 Rumah Rusak

Baca Juga: Diplomat Rusia Gunakan Troli Rel yang Didorong untuk Keluar dari Korut Usai Tempuh 35 Jam Perjalanan

Sama seperti kasus Raffi Ahmad tersebut, Teddy Gusnaidi mengungkapkan bahwa motif dikaitkannya kejadian Jokowi saat melakukan kunjungan kerja di NTT masih sama dan tak berubah.

“Kini mereka mencoba gunakan kejadian Pak @jokowi di NTT untuk meloloskan Rizieq dari jerat hukum juga,” ujarnya.

Kembali menjelaskan hal yang sama, Teddy Gusnaidi menyebut dirinya melakukan hal tersebut agar nantinya kebodohan tidak menyebar.

“Pertama, Rizieq di penjara dijerat pasal penghasutan. Rizieq juga kena kasus hukum karena melanggar protokol ketika mengadakan acara. Unsur pidananya terpenuni. Apalagi sudah diingatkan, (tapi) masih ngeyel,” ucapnya.

Baca Juga: Dapat Duit Rp42 juta Hanya dengan Tertidur, Mantan Member Girlband Ini Kaya Mendadak 

Lalu poin kedua, Teddy Gusnaidi menyebut bahwa tidak ada pasal pidana berkerumun. Yang ada pasal tidak menuruti perintah pihak yang berwenang ketika menyuruh bubar yang berkerumun.

Bila memang pasal pidana berkerumun yang suka disebutkan itu benar-benar ada maka semua orang yang ada di rumah di pidana karena berkerumun.

Teddy Gusnaidi kembali menjelaskan, kejadian HRS tidak bisa disamakan dengan yang terjadi saat kunker Jokowi tersebut.

Kejadian Jokowi saat kunker tersebut terjadi karena banyak warga yang menghadang akibat ingin bertemu Presiden. Hal itu bukan disipakan dengan sengaja oleh Jokowi.

Ia yakin bahwa sebenarnya pihak yang mengkaitkan kejadi Jokowi dengan HRS paham bahwa kedua hal tersebut berbeda, tetapi itu dilakukan karena mereka memang ingin menyebarluaskan kebodohan.

Baca Juga: Beberkan Kebiasaan Amanda Manopo, Manajer: Sering Bawa Uang Segepok Untuk Dikasih ke Kru 

Kebodohan terjadi saat ini, ketika kasus Rizieq itu kemudian disama-samakan dengan kejadian Pak @jokowi ‘dihadang’ rakyat di dalam perjalanannya, karena rakyat ingin bertemu dengan beliau. Gue yakin mereka tau itu dua hal yang berbeda, tapi ingin menyebarkan kebodohan,” ujarnya.

Teddy Gusnaidi menegaskan bahwa Jokowi saat melakukan kunjungan kerja di NTT sudah sesuai dengan protokol kesehatan.

Adapun kerumunan yang timbul setelahnya merupakan antusiasme warga yang ingin melihat pemimpinnya.

Pak @jokowi dalam ACARA di NTT, patuh pada protokol kesehatan. Pak Jokowi tidak membuat kegiatan di tengah jalan. Kejadian di tengah jalan itu karena masyarakat cinta terhadap pak Jokowi dan ingin mendatanginya,” ucapnya.

Baginya penjelasan tersebut jelas sekali bedanya bila dilihat melalui kacamata hukum.

Baca Juga: Picu Terjadinya Perang Dunia 3, Inggris Kirim Kapal Induk HMS Queen Elizabeth ke Laut Natuna Utara 

Teddy Gusnaidi juga menyebut bahwa Penjelasannya itu tidak dapat dibantah oleh para penyebar kebodohan dan kebencian.

Hal itu demikian, karena penjelasanya itu dibuat olehnya berdasarkan hukum, sedangkan mereka tidak berdasarkan hukum.

Mereka akan berhenti? Tentu tidak. Tapi setidaknya masyarakat tidak lagi termakan kebodohan mereka. Itu cukup,” ujarnya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari cuitan akun Twitter @TeddyGusnaidi, Kamis, 25 Februari 2021.

Sebelumnya diketahui ramai Video di media sosial yang menunjukan kerumunan masyarakat yang menyambut kedatangan Presiden Jokowi saat melakukan kunjungan kerja ke NTT.

Baca Juga: Dicap 'Cebong' dan Antek Rezim, dr. Tirta: Orang yang Menyalahkan Jokowi Berarti Belum Pernah Terkenal 

Hal ini disebut oleh sebagian pihak telah melanggar protokol kesehatan yang mana selama ini terus digalakan oleh pihak pemerintah itu sendiri.

Menanggapi video yang viral itu, Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, membenarkan bahwa hal tersebut merupakan video Jokowi saat sedang melintasi Maumere dalam kunjungan kerjanya ke NTT.

“Benar itu video di Maumere. Setibanya di Maumere, Presiden dan rombongan melanjutkan perjalanan menuju Bendungan Napun Gete,” kata Bey Machmudin, Selasa, 23 Februari 2021.

“Saat dalam perjalanan, masyarakat sudah menunggu rangkaian di pinggir jalan, saat rangkaian melambat, masyarakat maju ke tengah jalan sehingga membuat iring-iringan berhenti,” sambungnya.***

Editor: M Bayu Pratama

Tags

Terkini

Terpopuler