Bengkak Rp23 Triliun, Said Didu Khawatir Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dimanfaatkan China

27 Maret 2021, 20:44 WIB
Mantan Sekretaris BUMN, Muhammad Said Didu khawatir soal proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang berpotensi direbut China. /Tangkapan layar YouTube ILC

PR BEKASI - Mantan Sekretaris BUMN, Muhammad Said Didu khawatir proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang baru-baru ini biayanya membengkak hingga Rp23 triliun dimanfaatkan oleh China.

Pada 2019 biaya proyek kereta cepat tersebut masih berkisar di angka US$6 miliar atau sekitar Rp85 triliun, namun sekarang biaya tersebut diperkirakan melambung sekitar 23 persen dari nilai semula, yang berarti membengkak sekitar Rp23 triliun.

Said Didu menyampaikan bahwa dirinya sejak awal telah mengingatkan beberapa kekurangan soal proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tersebut.

"Saya awal-awal telah menyatakan kereta cepat ini tidak laik dan tidak layak," tuturnya sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube MSD pada Sabtu, 27 Maret 2021.

Baca Juga: OPM Sebarkan Berita 5 TNI Tewas di Nduga, Pangdam Cenderawasih: Trik Mereka untuk Buat Papua Mencekam

Baca Juga: Sayangkan Keputusan Pemerintah Soal Larangan Mudik, Lukman Hakim: Ritual Budaya Sarat Nilai dan Semangat Agama

Baca Juga: Akui Hidup Terlunta-lunta Pasca Bercerai dari Rohimah, Kiwil: Gak Nyangka, Kenapa Hidup Gue Jadi Kayak Gini?

Tidak laik yang dimaksudnya adalah karena kereta cepat biasanya akan menjadi efisien apabila jarak tempuhnya di atas 400 Km.

"Efisien apabila jarak tempuhnya di atas 400 Km, itu baru laik secara teknis, ini kan hanya 140 Km yang secara teknis tidak laik sama sekali untuk kereta cepat karena jaraknya pendek," ucapnya.

Karena sudah dinilai tidak laik, maka menurutnya dapat dipastikan kereta cepat Jakarta-Bandung tersebut juga akan tidak layak.

"Karena itu nanti tarifnya menjadi mahal, kita tahu proyek kereta cepat ini awalnya kan studi kelayakannya dibikin oleh Jepang," ujar Said Didu.

"Jepang sudah menyatakan bahwa kalau kereta cepat Jakarta-Bandung mau dibangun, maka sebaiknya dibangun oleh pemerintah atau diberikan subsidi, itu kata ahlinya jepang," sambungnya.

Baca Juga: Beri Usulan Soal Sidang HRS, Teddy Gusnaidi: Tak Perlu Turunkan Banyak Aparat, Mubazir Uang Negara

Kemudian di tahun 2014, tambah Said Didu, datang rayuan dari China yang menyebut bahwa studi kelayakan Jepang tersebut terlalu mahal.

"Dia (China) memasang harga di bawah dan kita tahu pada saat itu janji China kepada pemerintah Indonesia bahwa mayoritas sahamnya akan dimiliki oleh BUMN Indonesia, kemudian dibiayai dari China, dari bank China" ucapnya.

Setelah mendapatkan proyek dan berhasil menggusur Jepang, Said Didu mengatakan, China meminta jaminan dari pemerintah Indonesia.

Karena sudah terpaksa, ucap Said Didu, maka diberikanlah jaminan tersebut dan China meminta aset-aset dari negara Indonesia untuk dimasukkan ke dalam proyek kereta cepat tersebut.

"Saya bahkan mendapat informasi bahwa banyak sekali aset negara yang disertakan dalam proyek ini," tuturnya.

Kemudian, setelah China mendapatkan jaminan pemerintah, anggaran kereta cepat tersebut pun membengkak.

"Karena pembengkakan, ini semakin tidak layak, karena dulu itu tiketnya diperkirakan minimum 300 ribu, nah dengan membengkaknya ini berarti mungkin tiket minimum 400 ribu atau 350 ribu," ucapnya.

Bisa dibayangkan, tambah Said Didu, siapa yang mau naik kereta hanya selisih satu jam tapi membayar Rp400 ribu, sementara naik travel yang dijemput di rumah itu sekarang biayanya hanya Rp200 ribu Jakarta-Bandung.

"Nah naik travel juta 2,5 jam, jadi sangat tidak laik dan tidak layak, nah dengan anggaran seperti ini saya mengatakan pemerintah sudah memasuki buah simalakama," ungkapnya.

Lebih lanjut, Said Didu menjelaskan bahwa proyek-proyek serupa sudah banyak terjadi di Indonesia dengan skenario yang sama.

"Kita tahu bahwa proyek-proyek seperti ini banyak sekali yang sudah terjadi, masih ingat KRL Palembang yang sekarang sudah bangkrut, kereta bandara sudah bangkrut," tuturnya.

"Jadi saya pikir inilah pelajaran besar dan problem besar sekarang adalah, kalau proyek kereta cepat Jakarta-Bandung bangkrut karena dijamin pemerintah, maka bisa saja pilihannya bagi China adalah megambil aset pemerintah dan menjadi miliknya," sambungnya.

Menurutnya metodologi inilah yang kerap dipakai China untuk mengkooptasi suatu negara.

"Jadi selalu di berbagai negara, cara China adalah membangun infrastruktur, kemudian tidak layak, kemudian pemerintah tidak bisa membayar maka di situlah mereka mengkooptasi infrastruktur negara itu," ucapnya.

"Mudah-mudahan kereta cepat ini bukan pintu masuk bagi China untuk mengkooptasi berbagai fasilitas sarana dan prasarana di Indonesia," tutupnya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: YouTube

Tags

Terkini

Terpopuler