Densus 88 Geledah Pesantren, Refly Harun: Indonesia Kena Propaganda Dunia, Kaitkan Terorisme dengan Agama

5 April 2021, 14:35 WIB
Pakar hukum tata negara Refly Harun bicara terkait penggeledahan pesantren yang dilakukan Densus 88. /

PR BEKASI - Pakar hukum tata negara Refly Harun angkat suara soal Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri yang pada Jumat lalu menggeledah ruangan Pondok Pesantren Ibnul Qoyyim Dusun Gandu, Sleman, Yogyakarta.

Refly Harun menilai saat ini Indonesia telah dipengaruhi oleh propaganda Dunia yang kerap mengaitkan terorisme dengan agama.

Hal tersebut diungkapkannya melalui kanal YouTube Refly Harun pada Senin, 5 April 2021.

"Di Indonesia juga ternyata terkena propaganda-propaganda dari dunia Internasional yang mengaitkan terorisme selalu dengan agama," ucapnya seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari YouTube Refly Harun.

Baca Juga: Tiga Pejabat Tinggi Negara Hadiri Pernikahan Atta-Aurel, Rocky Gerung: Mau Sidang MPR untuk 3 Periode

Baca Juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun Drastis, Mantan Jubir KPK: Indonesia Sedang Tidak Baik-baik Saja

Baca Juga: Diyakini Bisa Sembuhkan Penyakit, Pendeta Ini Duduki dan Kentut di Wajah Orang Sakit

Memang dilema, sambung Refly Harun, bagaimana sebenarnya menindak kelompok yang kita sebut sebagai terorisme itu.

"Karena kita tahu bahwa kadang-kadang terjadi pro dan kontra di masyarakat mengenai terorisme itu," ucapnya.

"Apakah memang dia betul-betul ada sebagaimana yang dipikirkan oleh katakanlah penguasa saat ini atau sesungguhnya terorisme itu fabrikasi," sambung Refly Harun.

Terlepas dari hal itu, Refly Harun menegaskan bahwa sebenarnya terorisme itu tidak berkaitan dengan agama apapun.

Baca Juga: Sebentar Lagi Puasa, Berikut 8 Poin Penting yang Wajib Diketahui Soal Larangan Mudik Lebaran 2021

"Karena yang namanya kelompok-kelompok militan dan sel-sel terorisme itu akan senantiasa ada di mana pun," tuturnya.

Hanya memang, sambung Refly, dunia ini agak tidak adil dengan agama Islam karena hanya umat Islam yang akhirnya dilabeli sebagai teroris.

Padahal, kata Refly, pelaku-pelaku teror di luar Islam itu tidak pernah dikatakan bahkan disebut sebagai teroris.

"Hanya dianggap sebagai katakanlah sebuah tindakan-tindakan yang tidak didukung ideologi, mungkin dianggap stres dan lain sebagainya," ucapnya.

Baca Juga: Minta Acara Kemenag Diisi oleh Doa Agama Lain, Gus Yaqut: Akan Lebih Indah Jika Semuanya Berdoa

Tetapi untuk Islam, ungkap Refly, label itu selalu ada, terutama berasal dari dunia-dunia barat.

Saat ini pun menurutnya, Indonesia telah terpengaruhi oleh label-label yang berasal dari dunia internasional terkait terorisme ini.

"Padahal Australia sudah menghilangkan istilah-istilah terorisme yang berkaitan dengan agama tertentu, tetapi mereka lebih melihat ini sebagai kelompok yang melakukan kegiatan-kegiatan seperti itu. Kelompok pelaku kekerasan dan teror," tuturnya.

Baca Juga: Jokowi Hadiri Pernikahan Atta-Aurel, Rocky Gerung: Presiden Minta Selebritas Dukung Beliau Menuju 3 Periode

Lebih lanjut, Refly Harun mengaku masih heran apa sebenarnya akar dari terorisme ini.

"Memang kalau kita bicara mengenai terorisme di Indonesia ini, terus terang ya antara percaya dan tidak percaya ya. Maksudnya begini, akar dari terorisme itu sendiri apa?," ucapnya.

Apakah, sambung Refly, akarnya adalah keyakinan agama atau justru ketidakadilan dan perlakuan buruk dari pemerintah.

Baca Juga: Masih Masa Pandemi, Kabupaten Bekasi Berhasil Gekar Pilkades Serentak Kedua dengan Terapkan Prokes

"Ini menurut saya yang tidak dijelaskan oleh pemerintah, pemerintah dan penguasa kita sibuk menuduh kelompok agama tertentu, menuduh sumber-sumber radikalisme itu dari ajaran agama," ujarnya.

"Tapi lupa bahwa mungkin persoalan pokoknya adalah pemerintahan yang tidak amanah," sambung Refly Harun.

Dia mengatakan, seperti pemerintahan yang tidak mengerjakan tugasnya secara baik, sewenang-wenang, aparat-aparatnya korup, tidak adil, dan tidak memberikan distribusi kesejahteraan yang merata.

Baca Juga: Gunung Merapi Luapkan Belasan Guguran Lava Pijar, Warga di 6 Wilayah Ikut Terdampak

Sehingga menurutnya, kondisi ini menyuburkan kelompok-kelompok yang akhirnya mudah sekali untuk berbuat teror dan melakukan aksi balas dendam.

"Nah ini yang seharusnya dijelaskan oleh pemerintahan kita agar jangan buru-buru menyalahkan sebuah kelompok tersesat dalam agama, karena kalau kita lihat justru mereka adalah kelompok yang rentan dan minoritas dari sisi sosial dan ekonomi," tutup Refly Harun.

Sebelumnya, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menilai bahwa kegiatan penggeledahan sebagai upaya memberantas terorisme itu bisa memunculkan opini buruk di masyarakat.

Baca Juga: Bicarakan Pengawalan Presiden di RI, Priyo Sambadha Singgung Kisah Lucu Gus Dur yang Tak Ingin Dikawal

"Secara institusional Densus 88 bisa melakukan penggeledahan dimanapun. Akan tetapi, kalau tujuan penggeledahan itu dimaksudkan sebagai usaha pemberantasan terorisme bisa kontraproduktif. Cara-cara militeristik terbukti tidak cukup efektif," ujar Mu'ti.

"Selain itu, penggeledahan pesantren bisa menimbulkan opini bahwa pemberantasan terorisme berarti perang melawan umat Islam. Pendekatan militeristik tidak menimbulkan efek jera," sambungnya.

Mu'ti menyampaikan bahwa seharusnya Densus 88 bisa berkolaborasi dengan elemen masyarakat dalam mengungkap jaringan terorisme.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Youtube

Tags

Terkini

Terpopuler