PR BEKASI - Politisi Partai Demokrat, Andi Arief, mengomentari kabar perihal ditangkapnya mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman oleh tim Densus 88 terkait kasus dugaan terorisme.
Menurut Andi Arief, pihak aparat harus bersikap adil dan memiliki bukti yang kuat untuk menyematkan tuduhan teroris kepada Munarman.
"Aparat harus adil dan memiliki bukti kuat untuk menteroriskan Munarman," kata Andi Arief, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari akun Twitter @Andiarief__ pada Rabu, 28 April 2021.
Apabila ternyata tuduhan tersebut tidak dapat dibuktikan maka harus dilepaskan.
Selain itu, dia juga mengakui kalau salah satu kuasa hukum Habib Rizieq Shihab itu merupakan kawan baiknya, dan dirinya tidak yakin kalau kawannya tersebut mempunyai keterlibatan dalam kasus terorisme.
"Jika tidak terbukti, harus dilepas. Munarman kawan baik saya, saya tidak yakin dia terlibat terorisme," katanya.
Baca Juga: Akui Kenal Baik dengan Munarman, Fadli Zon: Saya Tak Percaya Tuduhan Terorisme Ini
Dia yakin kalau Munarman akan kuat dalam menghadapi persoalan yang tengah dihadapinya ini, dan tugasnya adalah mengawal kasus agar ada keadilan.
"Dia pasti kuat menghadapi persoalan ini. Tugas kita mengawal ini agar ada keadilan," ucap Andi Arief.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan, merasa yakin kalau Densus 88 memiliki bukti yang cukup kuat untuk membuktikan penangkapan Munarman.
"Kita yakin polisi punya bukti yang cukup. Polri tidak pernah mundur untuk menangkap siapa pun jika terbukti melanggar hukum," ujar Edi Hasibuan.
Dia menilai, seharusnya masyarakat memberikan kesempatan pada penyidik untuk memeriksa Munarman dalam 7 kali 24 jam.
"Kita tetap memegang praduga tak bersalah terhadap Munarman," ucapnya, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.
Baca Juga: Syarat dan Bacaan Niat Membayar Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri dan Keluarga
Lebih lanjut, anggota Komisi III DPR I Wayan Sudirta menuturkan, ada perbedaan dalam penangkapan seseorang yang berkaitan dalam kasus dugaan tindak pidana terorisme dengan tindak pidana biasa.
Dalam kasus tindak pidana biasa, penangkapan seseorang berlaku dalam 1 kali 24 jam.
Sementara dalam kasus terorisme, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme, penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindakan pidana terorisme.
Penangkapan itu tentu berdasarkan bukti penerimaan yang cukup untuk waktu paling lama 14 hari.
Pasal 28 ayat 2 UU tersebut mengatur, penyidik dapat mengajukan permohonan untuk memperpanjang penangkapan pada ketua pengadilan negeri setempat.
"Sehingga punya 21 hari kalau dihitung secara keseluruhan. Pasal 28 ayat 1 dan 2 UU Nomor 5 Tahun 2018, polisi punya kewenangan menangkap paling lama 21 hari," katanya.
Baca Juga: Satu Hari Lagi Nuzulul Quran 2021, Sejarah dan Makan Alquran yang Turun Berangsur-angsur
Dia menyatakan kalau itulah keleluasaan yang diberikan UU kepada pihak Kepolisian.
"Itulah kelebihan kewenangan yang dimiliki, ketimbang tindak pidana lain," tandas Wayan Sudirta.***