PR BEKASI - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menceritakan kesulitannya saat masih bertugas sebagai prajurit TNI Angkatan Darat.
Moeldoko mengaku pernah hidup di hutan dan selama satu tahun dirinya tidak pernah melihat terangnya cahaya dari lampu.
Hal itu disampaikan Moeldoko saat menjadi bintang tamu di acara "Saatnya Perempuan Bicara" pada Minggu, 2 Mei 2021.
Mulanya, Moeldoko bercerita bahwa dirinya pernah menghabiskan waktu bersama para awak KRI Nanggala 402 yang gugur saat bertugas di perairan utara Bali.
"Saya pernah bersama mereka (awak KRI Nanggala 402), pasti saya punya emosional yang sangat tinggi. Pada saat saya jadi Panglima TNI, saya mendapat brevet di kapal selam KRI Nanggala 402," kata Moeldoko, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari tayangan kanal YouTube tvOneNews, Senin, 3 Mei 2021.
Moeldoko lantas menuturkan bahwa kehidupan para awak KRI Nanggala sangat luar biasa dalam menghadapi lingkungan kerja di lapangan.
"Kalau teman-teman melihat, kehidupan mereka itu sungguh luar biasa. Menghadapi lingkungan kerja saja, ruangannya begitu sempit, pengap, dan dia harus berminggu-minggu di dalam kapal, tidak muncul ke permukaan. Itu sebuah pekerjaan yang tidak mudah," tutur Moeldoko.
Moeldoko juga mengungkapkan bahwa sangat sulit bagi seorang pemimpin saat ada prajuritnya yang gugur dalam menjalankan operasi militer.
"Bagi seorang pemimpin, persoalan yang paling sulit yang saya hadapi, baik waktu saya membawa pasukan operasi ke Timor Timur, yang paling sulit adalah kalau ada yang gugur saat operasi," kata Moeldoko.
"Itu sebuah persoalan yang sangat tidak mudah, kita harus menghadapi istri-istri mereka, meyakinkan mereka bahwa suaminya gugur. Itu tidak mudah," sambungnya.
Lebih lanjut, Moeldoko pun menceritakan bahwa dirinya pernah menjalani masa-masa sulit ketika bertugas di Timor Timur, karena satu tahun penuh harus hidup di hutan.
"Saya (waktu tugas di Timor Timur) satu tahun gak pernah lihat lampu. Satu tahun full di hutan, betul-betul bersama anak-anak prajurit, terkena hujan, panas, puasa begini ya puasa," kata Moeldoko.
Terakhir, Moeldoko mengungkapkan bahwa saat itu dia cukup kesulitan untuk memberi kabar kepada keluarga lantaran hanya bisa mengirim surat melalui helikopter yang datang mengantarkan logistik untuk pasukannya.
"Dulu itu cukup sulit berkomunikasi, paling hanya bisa dengan surat. Kalau sekarang kan bisa lebih (mudah berkomunikasi). Biasanya ada helikopter datang untuk dropping logistik. Bersamaan dengan itu, surat-surat juga dikirimkan. Sampainya sekitar dua mingguan," tutur Moeldoko.***