Warga Ngotot Mudik Lebaran 2021, Indonesia Diprediksi Bakal Hadapi Lonjakan Kasus Covid-19 Seperti India

9 Mei 2021, 10:00 WIB
Media asing asal Hong Kong, SCMP memprediksi Indonesia akan mengalami lonjakan kasus Covid-19 seperti di India setelah perayaan Lebaran Idul Fitri 2021 akibat banyaknya masyarakat yang melanggar larangan pelaksanaan mudik Lebaran. /Pixabay/al-grishin

PR BEKASI – Media asing asal Hong Kong, SCMP memprediksi Indonesia akan mengalami lonjakan kasus Covid-19 seperti di India setelah perayaan Lebaran 2021 atau Idul Fitri 1442 Hijriah.

Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan saat ini masih banyaknya masyarakat yang ngeyel melanggar kebijakan pemerintah mengenai larangan mudik Lebaran 2021.

“Banyak masyarakat yang melanggar protokol kesehatan serta ngotot melaksanakan mudik telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan ahli kesehatan,” katanya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari SCMP.

Baca Juga: Mudik Lebaran 2021 Dilarang, Jubir Presiden: Silaturahmi Dapat Dilakukan Secara Virtual

“Ahli kesehatan telah yang memperingatkan bahwa Indonesia dapat menghadapi lonjakan kasus Covid-19 beberapa minggu setelah Idul Fitri,” tambah SCMP.

Diketahui, kegiatan mudik Lebaran tahun lalu berkontribusi pada kenaikan 10 hingga 20 persen kasus positif Covid-19.

Hal tersebut dikatakan oleh seorang ahli epidemiologi asal Indonesia di Griffith University di Australia, Dicky Budiman.

Baca Juga: Bosan Bekerja di Dunia Sinetron, Natasha Wilona: Sudah Saatnya Aku Cari yang Baru

“Ini adalah fakta ilmiah yang tak terbantahkan bahwa ketika sejumlah besar orang yang ngotot untuk mudik ini akan memperburuk pandemi,” katanya.

Dicky Budiman menambahkan, dengan sudah ditemukannya beberapa varian virus Covid-19 baru di Indonesia bakal dapat memperparah pandemi Covid-19 di Indonesia jika lonjakan kasus terjadi.

“Varian baru juga sudah terdeteksi di Indonesia. Ini lebih menular dan dapat mengurangi kemanjuran vaksin atau antibodi masyarakat. Itu berarti orang yang sudah tertular Covid-19 dapat terinfeksi kembali. Inilah mengapa mudik masih berisiko tahun ini,” katanya.

Baca Juga: 21 Ucapan Hari Raya Idul Fitri dalam Bahasa Jawa, Cocok Dikirimkan untuk Saudara di Kampung Halaman

Sementara itu, Hermawan Saputra, dari Asosiasi Kesehatan Masyarakat Indonesia mengatakan kesehatan di Indonesia akan kewalahan jika terjadi lonjakan kasus Covid-19 antara 30 hingga 50 persen.

“Kombinasi kelelahan pandemi, penegakan hukum yang lemah pada pelanggar protokol kesehatan, dan kegagalan mengkoordinasikan peraturan Covid-19 di berbagai lembaga membuat Indonesia berpotensi menghadapi situasi seperti India,” katanya.

Hal tersebut diperparah oleh terbongkarnya kasus penggunaan alat rapid test Covid-19 bekas di Bandara Kualanamu, Sumatra Utara yang sangat berpotensi menularkan Coid-19 terhadap khalayak banyak.

Baca Juga: Salim Said Sebut SBY yang Pertama Kali Kudeta Demokrat, AHY: Hanya Dagelan dan Tidak Masuk Akal

Ditambah lagi, pemerintah Indonesia masih mengizinkan masuk warga negara asing (WNA) yang berasal dari negara dengan kasus Covid-19 tinggi seperti India dan China yang dapat membawa masuk varian baru virus Covid-19 ke Indonesia.

Meskipun Indonesia adalah salah satu negara Asia pertama yang melaksanakan vaksinasi massal, para ahli meminta pemerintah agar tidak melonggarkan langkah-langkah keamanan karena peluncurannya berjalan lebih lambat dari yang diharapkan.

Hingga Kamis, 6 Mei 2021 diketahui baru sekitar 8 juta orang yang telah menerima dua dosis vaksin yang mayoritas menggunakan vaksin Sinovac buatan China.

Baca Juga: Bocoran Ikatan Cinta 9 Mei 2021: Fitnah Besarnya Soal Reyna Terbongkar, Elsa Bunuh Aldebaran?

“Vaksin belum relevan untuk membantu kita mengendalikan pandemi. Dari target awal menginokulasi 40 juta orang, baru delapan juta orang yang sudah ditusuk dua kali,” kata Hermawan Saputra.

“Jika tingkat kemanjuran vaksin Sinovac 65 persen, berarti baru 4.5 juta orang yang membangun respon imunitas yang dipicu oleh vaksin tersebut,” tambah dirinya.***

Editor: Elfrida Chania S

Sumber: SCMP

Tags

Terkini

Terpopuler