Tak Libatkan Masyarakat dalam Update NDCs, Pemerintah Dinilai Tidak Serius Tangani Perubahan Iklim

25 Februari 2020, 19:23 WIB
Ilustrasi Iklim.* /Pixabay

PIKIRAN RAKYAT - Keputusan pemerintah Indonesia untuk tidak menaikkan target Nationally Determined Contributions (NDCs) yang rencananya akan diserahkan kepada Sekretariat United Nations Framework Convention of Climate Change (UNFCCC) pada Maret dinilai sangat mengecewakan dan akan berdampak serius terhadap bencana krisis iklim.

Dikutip oleh pikiranrakyat-bekasi.com dari situs resmi Greenpeace menurut Peneliti Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Adila Isfandiari mengatakan upaya Indonesia tersebut tidak akan mampu menyelamatkan masyarakat dari bencana krisis iklim.

“Kenaikan temperatur global sekitar 1 derajat Celcius saat ini telah meningkatkan frekuensi dan dampak bencana hidrometeorologi secara drastis," ungkap Adila.

Baca Juga: Akibat Virus Corona, Sektor Pariwisata Indonesia Rugi Jutaan Dollar AS

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan intensitas bencana hidrometeorologi di Indonesia seperti banjir, puting beliung, tanah longsor dan kekeringan, terus meningkat setidaknya dalam 5 tahun terakhir.

Menurut Adila, bencana tersebut tidak hanya mengancam manusia dan kehidupannya, tetapi juga pembangunan ekonomi yang saat ini menjadi prioritas pemerintah.

“Berdasarkan perhitungan Climate Action Tracker, dengan target NDCs Indonesia saat ini, kenaikan temperatur global dapat mencapai 4 derajat Celcius. Ini tentu jauh dari cukup untuk mencapai target 1.5 derajat Celcius”, tambahnya.

Baca Juga: Terapkan Green Energy, Bali Gunakan PLTS untuk Pengembangan Energi Bersih

Ia mengatakan pemerintah belum serius mengurangi emisi, hal tersebut terlihat dari dua sektor utama penghasil emisi yaitu sektor Land Use Change and Forestry (LULUCF) serta sektor energi.

Kebijakan pemerintah saat ini yang memprioritaskan pembangunan ekonomi semakin melemahkan usaha penurunan emisi, menurutnya hal itu menjadi penanda bahwa pemerintah belum menunjukkan usaha maksimal untuk mengatasi kebakaran hutan dan gambut serta degradasi lahan yang merupakan sumber utama emisi Indonesia.

Dengan demikian, sektor LULUCF merupakan sektor tumpuan penurunan emisi Indonesia.

Baca Juga: Trump Datangi India, New Delhi Terbelah Dua

Berdasarkan data tersebut, dari 1 Januari hingga 22 Oktober 2019, dari kebakaran lahan terjadi pelepasan 465 juta ton CO2 yang setara dengan total emisi gas rumah kaca Inggris dalam setahun.

Menurut Juru Kampanye Hutan Indonesia Jasmine Puteri mengatakan kebakaran hutan dan lahan gambut yang kerap terjadi setiap tahunnya akan memperparah kondisi krisis iklim di Indonesia.

“Upaya penegakan hukum oleh pemerintah belum memberikan efek jera dan sistem pencegahan kebakaran hutan dan lahan belum berjalan efektif," ucapnya.

Baca Juga: Mengenal Visa Schengen yang Berlaku Untuk 26 Negara di Eropa

Ia mengatakan transisi energi dari energi fosil ke energi bersih dan terbarukan belum terlihat.

Hingga saat ini energi kotor batubara masih mendominasi sektor kelistrikan Indonesia, yaitu sekitar 62 persen dari kapasitas pembangkit di Indonesia, sementara energi terbarukan masih stagnan pada angka 12 persen.

Penambahan kapasitas pembangkit listrik batubara sebesar 27 Gigawatt seperti yang direncanakan dalam RUPTL 2019-2028 akan meningkatkan emisi GRK dalam jumlah besar.

Baca Juga: Huawei Mate XS Resmi Diluncurkan, Simak Perubahannya

Menurutnya, saat ini, Indonesia telah memiliki 28 Gigawatt pembangkit batubara dengan emisi sekitar 168 juta ton pertahun.

Proses konsultasi penyusunan Updated NDCs Indonesia 2020 juga tidak melibatkan publik dan tidak transparan.

Selain itu, proses penyiapan resubmission NDCs tidak inklusif, masyarakat tidak dilibatkan dalam prosesnya dan tidak ada ruang yang cukup bagi masyarakat untuk mencermati dan memberi masukan.

Baca Juga: Rumah Pabrik yang Diduga Produksi Narkoba Berada di Kompleks Milik Pemkot Bandung

“Padahal masyarakat punya hak untuk tahu apa yang akan disampaikan secara resmi, baik angka capaian dan prosesnya.” ungkap Jasmine.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: Green Peace

Tags

Terkini

Terpopuler