Berpotensi Langgar HAM dan Kerusakan Lingkungan, Pembahasan RUU Cipta Kerja Dinilai Tergesa-gesa,

1 September 2020, 11:36 WIB
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik. /Komnas HAM. /

 

PR BEKASI – Kemunculan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Omnibus Law) menuai kontroversi dari banyak pihak.

Selain karena pasal-pasalnya yang dinilai tak berpihak kepada rakyat, hal lainnya juga disebabkan karena Indonesia tengah mengalami pandemi COVID-19, namun pemerintah dan DPR RI terkesan tergesa-gesa untuk membahas masalah ini dan tidak fokus terhadap masalah kesehatan.

“Pembahasan RUU ini terkesan tergesa-gesa dan sangat kecil ruang partisipasinya, hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan persoalan hukum dan isu-isu lainnya. Prinsip partisipasi, keterbukaan, jadi ada kesan seperti dalam pandemi COVID-19 ini semua orang sedang fokus terhadap masalah kesehatan, krisis ekonomi, namun RUU ini justru dikejar segera selesai,” ucap Ahmad Taufan Damanik, Ketua Komnas HAM sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari situs Komnas HAM.

Baca Juga: Dimiliki 20 Ahli Waris, Kasus Penjualan Pulau Pendek Secara Online Bakal Tempuh Jalur Hukum

Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Sandra Moniaga juga menjelaskan, terdapat sepuluh poin penting yang dinilai berpotensi melanggar Haka Asasi Manusia (HAM) dalam temuan berdasarkan kajian kajian RUU Cipta Kerja.

1. Prosedur perencanaan dan pembentukan RUU Cipta Kerja tidak sejalan dengan mekanisme yang telah diatur dalam UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

2.Penyimpangan terhadap asas hukum lex superior derogate legi inferior (asas penafsiran hukum yang tinggi mengesampingkan hukum yang rendah).

Pada pasal 170 ayat 1 dan 2 RUU Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah dapat mengubah peraturan setingkat undang-undang jika materinya tidak selaras dengan kepentingan RUU Cipta Kerja.

Baca Juga: Beri Pulsa Gratis 400 Ribu untuk PNS dan 150 Ribu untuk Mahasiswa, Sri Mulyani: Agar WFH Lancar

3.RUU Cipta Kerja membutuhkan sekitar 516 peraturan pelaksana yang bertumpu pada kekuasaan lembaga eksekutif. Hal ini bisa memicu penyalahgunaan wewenang.

4.Tidak ada jenis undang-undang superior atas undang-undang lainnya, namun jika RUU Cipta Kerja disahkan, seakan-akan ada UU superior. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum.

5. Adanya pemunduran kewajiban negara terhadap pemenuhan ha katas pekerjaan dan penghidupan yang layak sehingga melanggar kewajiban terhadap pemenuhan hak sosial dan ekonomi terhadap masyarakat.

Baca Juga: KKP: Warga Indonesia Bisa Miliki Pulau Asalkan Penuhi Syarat-syarat Tertentu

6.Pelemahan kewajiban atas kewajiban negara melindungi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat yang tercermin dari pembatasan hak berpartisipasi dan hak atas informasi.

7.Relaksasi kepentingan tata ruang dan wilayah untuk kepentinga strategis nasional dilakukan tanpa persetujuan atau rekomendasi lembaga yang mengawasi kebijakan tata ruang dan wilayah. Hal ini membahayakan keserasian dan daya dukung lingkungan hidup.

8.Perubahan UU no 2 tahun 2012 terkait Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum menimbulkan pemunduran upaya menghormati, melindungi, dan memenuhi hak kepemilikan tanah untuk kepentingan umum.

Baca Juga: David Silva Dinyatakan Positif COVID-19 pada Tes Kedua Setelah Tes Pertama Dinyatakan Negatif

9.Pemunduran upaya pemenuhan hak atas pangan dan kesenjangan akses kepemilikan sumber daya alam terutama tanah masyarakat dan perusahaan.

10. Politik penghukuman dalam RUU Cipta Kerja bersifat diskriminatif karena lebih menjamin sekelompok orang atau korporasi, sehingga mencederai persamaan hak persamaan di depan hukum.

Sandra Moniaga juga menyatakan bahwa Komnas HAM menyarankan kepada presiden untuk tidak melanjutkan permbahasan RUU Cipta Kerja dengan pertimbangan bahwa RUU ini memiliki potensi menyebabkan pelanggaran HAM hingga perusakan lingkungan.

Baca Juga: Jadwal Pemadaman Listrik di Bekasi Hari Ini, Selasa, 1 September 2020

Proses pembahasan dan substansi pada RUU Cipta Kerja juga belum sesuai dengan prinsip HAM dan negara demokratif.

RUU ini juga menyebabkan para buruh mengalami kesulitan dalam memperoleh keadilan. Menyulitkan juga bagi para pencari keadilan untuk mendapat perlindungan, pemenuhan, dan penghormatan hak asasi manusia.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Komnas HAM

Tags

Terkini

Terpopuler