Terbukti Banyak Pelanggaran Protokol Kesehatan, PBNU Minta Pilkada Serentak Ditunda

20 September 2020, 21:05 WIB
Ketua Umum Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj. /ANTARA/Reno Esni/

PR BEKASI – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama meminta penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 ditunda demi menjaga kesehatan rakyat.

Hal ini dikatakan oleh Ketua Umum PBNU K.H. Said Aqil Siroj dalam pernyataan sikapnya di Jakarta, Minggu, 20 September 2020.

Dirinya meminta pada KPU, DPR, dan Pemerintah untuk menunda pesta demokrasi tersebut agar masyarakat terhindar dari penularan COVID-19.

Baca Juga: Nikahi Sebatang Pohon, Perempuan Ini Rayakan Ulang Tahun Pernikahan Pertama

"PBNU dengan ini meminta kepada Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia, Pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk menunda pelaksanaan tahapan Pilkada Serentak 2020 hingga tahap darurat kesehatan terlewati," katanya, seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, Minggu, 20 September 2020.

Pelaksanaan pilkada meskipun dengan protokol kesehatan yang diperketat, dinilai sulit terhindar dari konsentrasi orang dalam jumlah banyak dalam seluruh tahapannya.

NU juga meminta untuk mengalokasikan anggaran pilkada bagi penanganan krisis kesehatan dan penguatan jaring pengaman sosial.

Baca Juga: Sempat Jadi Peliharaan Artis-artis, Simak 6 Mitos Seputar Ikan Cupang yang Populer Saat Pandemi

Selain itu, NU perlu mengingatkan kembali Rekomendasi Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2012 di Kempek Cirebon perihal perlunya meninjau ulang pelaksanaan pilkada yang banyak menimbulkan mudarat berupa politik uang dan politik biaya tinggi.

Pernyataan sikap itu mencermati perkembangan penanggulangan pandemi COVID-19 di Indonesia yang masih belum terkendali.

Upaya pengetatan PSBB, kata dia, perlu didukung tanpa mengabaikan ikhtiar menjaga kelangsungan kehidupan ekonomi masyarakat.

Baca Juga: Muslim Uighur Ditahan dan Diperlakukan Kejam, Warganet Serukan Dukungan dengan Ganti Profil Mereka

Nahdlatul Ulama berpendapat bahwa melindungi kelangsungan hidup (hifdz al-nafs) dengan protokol kesehatan sama pentingnya dengan menjaga kelangsungan ekonomi (hifdz al-mâl) masyarakat.

Namun, karena penularan COVID-19 telah mencapai tingkat darurat, prioritas utama kebijakan negara dan pemerintah selayaknya diorientasikan untuk mengentaskan krisis kesehatan.

Sementara itu, di tengah upaya menanggulangi dan memutus rantai penyebaran COVID-19, Indonesia tengah menghadapi agenda politik.

Baca Juga: Viral Video Asusila, Lomba Rancap di Semarang Direspons Jenaka Warganet 

Agenda politik berupa Pilkada Serentak 2020 di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota yang puncaknya direncanakan pada tanggal 9 Desember 2020.

Sebagaimana lazimnya perhelatan politik, kata dia, momentum pesta demokrasi selalu identik dengan mobilisasi massa.

Meskipun ada pengetatan regulasi terkait pengerahan massa, telah terbukti dalam pendaftaran paslon terjadi konsentrasi massa yang rawan menjadi klaster penularan.

Baca Juga: Melulu Lihat dari Sudut Pekerja, Ekonom: RUU Cipta Kerja harus Dilihat dari Perspektif Pencari Kerja

Fakta menunjukkan sejumlah penyelenggara pemilu, baik di tingkat pusat maupun daerah, serta para calon kontestan pilkada di sejumlah daerah positif terjangkit COVID-19.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat sebanyak 316 bakal pasangan calon di 243 daerah telah melakukan pelanggaran protocol kesehatan.

Bahkan, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKP) menyatakan menerima lebih dari 50 jenis petisi dari masyarakat yang meminta agar Pilkada 2020 ditunda.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Permenpan RB

Tags

Terkini

Terpopuler