Pertanyakan Alasan Hakim MK Aktif Terima Bintang Mahaputera, Refly Harun: Tidak Habis Pikir Saya

13 November 2020, 21:57 WIB
Pengamat Hukum Tata Negara, Refly Harun: Partai Masyumi lahir kembali pada 7 November 2020, Refly Harun sebut ada semangat namun hanya diwakilkan oleh golongan tua. /YouTube Refly Harun

PR BEKASI - Enam Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mendapatkan penghargaan Bintang Mahaputera dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Mereka adalah Arief Hidayat, Anwar Usman, dan Aswanto, yang menerima Bintang Mahaputera Adipradana.

Lau ada Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Manahan MP Sitompul, yang menerima Bintang Mahaputera Utama.

Namun, pemberian penghargaan itu dinilai ganjil oleh sejumlah pihak, karena para hakim tersebut masih aktif menjabat.

Baca Juga: Klarifikasi Dibuat, Gisella Anastasia Tiba-tiba Unfollow Instagram Adhietya Mukti, Ada Apa? 

Meski demikian, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memastikan bahwa pemberian tanda jasa itu telah sesuai konstitusi dan juga ada dasar hukumnya.

Menanggapi hal tersebut, Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun mengaku tak habis pikir dan ikut mempertanyakannya.

"Ada 6 hakim aktif, mayoritas berarti, karena jumlah Hakim MK ada 9, diberikan bintang, tidak habis pikir saya. Apakah nanti setelah mereka pensiun akan diberikan bintang lagi? Jadi apakah bintang itu diberikan per periode?" kata Refly Harun, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari tayangan kanal YouTube Refly Harun.

Menurutnya, keputusan pemberian penghargaan itu patut dipertanyakan, karena keenam hakim MK itu masih aktif menjabat dan tidak ada jaminan ke depannya pekerjaan mereka akan lancar.

Baca Juga: Cuitan Video Syur Mirip Artis Viral, Mbah Mijan: Jangan Dianggap Valid, Nanti Malah Jadi Lucu 

"Mereka masih menjabat dan tidak ada jaminan mereka akan menjabat secara mulus. Karena sudah terjadi kepada tiga orang hakim konstitusi, yaitu Akil Mochtar, Arsyad Sanusi, Patrialis Akbar," kata Refly Harun.

Refly Harun menjelaskan bahwa ketiga hakim konstitusi itu mengundurkan diri sebelum masa jabatan berakhir karena pelanggaran kode etik.

"Jadi MK bukan lembaga yang steril, sudah ada contoh-contohnya. Karena itu lah pemberian gelar kepada hakim aktif patut dipertanyakan. Apalagi ada konteks yang perlu digarisbawahi," ujar Refly Harun.

Apalagi menurutnya, saat ini banyak undang-undang yang mengalami judicial review di MK.

Baca Juga: Perhatian! Mulai Tahun 2021, Premium Dipastikan Tidak Lagi Dijual Pertamina 

"Sekarang di MK ada banyak judicial review terhadap banyak undang-undang yang dihasilkan oleh pemerintahan Jokowi, terutama dalam satu tahun terakhir ini, yang ditengarai banyak masalahnya," kata Refly Harun.

Beberapa contoh undang-undang yang ditengarai bermasalah yaitu UU KPK, UU Nomor 19 Tahun 2019 hingga UU Cipta Kerja.

"Dan jangan lupa ada UU MK yang ajaib, tiba-tiba tanpa pembahasan yang luar biasa, masa jabatan hakim MK diperpanjang dari 5 tahun menjadi 15 tahun, dan usia pensiun hakim 70 tahun, kalau masa jabatannya kurang dari 15 tahun," kata Refly Harun.

Refly Harun pun menjelaskan, akibat dari undang-undang tersebut, masa jabatan hakim MK menjadi masa jabatan terpanjang di Indonesia.

Baca Juga: Nikita Mirzani Diserang Ustaz Maheer karena Ucapan Kontroversinya, Dewi Tanjung Beri Pembelaan 

"Luar biasa, tidak ada di republik ini yang masa jabatannya lebih panjang dari hakim MK," ujar Refly Harun.

Meski demikian, Refly Harun mengimbau pemerintah agar jangan sewot, jika banyak yang mempertanyakan keputusan dalam memberikan penghargaan itu.

"Kalau banyak yang mempermasalahkan atau mempertanyakan soal-soal seperti ini, MK dan penguasa tidak perlu sewot. Kalau memang berjalan di rel yang sesungguhnya, tidak ada kongkalikong dan lain sebagainya, percaya diri saja," kata Refly Harun.

"Tapi jika dalam menjalankan kekuasaan, ada lobi dari penguasa, lobi dari DPR, pesan-pesan kekuasaan, bahkan intervensi dari istana, maka yakinlah bahwa kekuasaan seorang hakim tidak dipertanggung jawabkan di dunia, tapi juga di akhirat," sambungnya.***

Editor: M Bayu Pratama

Tags

Terkini

Terpopuler