'Sentil' Gus Yaqut Soal Populisme Islam , Fadli Zon: Setoplah Bikin Pernyataan Murahan Semacam Itu

- 30 Desember 2020, 09:59 WIB
Fadli Zon (kanan) yang menyebut pernyataan Gus Yaqut (kiri) keliru.
Fadli Zon (kanan) yang menyebut pernyataan Gus Yaqut (kiri) keliru. /Kolase foto dari Instagram @gusyaqut dan YouTube Fadli Zon Official

PR BEKASI - Menteri Agama (Menag) baru yang ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), Yaqut Cholil Qoumas atau akrab disapa Gus Yaqut menyatakan akan mencegah populisme Islam di Indonesia berkembang.

Ia mengartikannya sebagai upaya pihak tertentu untuk menggiring agama menjadi norma konflik.

"Agama dijadikan norma konflik. Dalam bahasa paling ekstrem, siapa pun yang berbeda keyakinannya, maka dia dianggap lawan atau musuh, yang namanya musuh atau lawan ya harus diperangi. Itu norma yang kemarin sempat berkembang atau istilah kerennya populisme Islam," ucapnya.

Baca Juga: Puji Kedewasaan Sandiaga Uno, Faizal Assegaf: Ini Mesti Ditiru Bung Fadli Zon dan Pak Said Didu

Oleh karena itu, Gus Yaqut berharap, populisme Islam tidak berkembang luas di Indonesia, agar segala hal yang mengancam nilai kebangsaan dan kebhinekaan bisa ditekan sedini mungkin.

Menanggapi hal tersebut, politisi Gerindra Fadli Zon menolak keras pernyataan Gus Yaqut yang dianggap telah memutar definisi soal populisme Islam.

"Menteri Agama secara gegabah telah memelintir istilah populisme Islam sebagai paham yang berusaha menggiring agama menjadi norma konflik," ucapnya.

"Pemelintiran semacam itu jelas keliru, apalagi dalam pernyataan yang sama, ia kemudian mempersamakan populisme dengan radikalisme," sambungnya.

Baca Juga: Sah! Tri Rismaharini Lanjutkan 3 Program Bansos di Tahun 2021, 4 Januari 2021 Sudah Mulai Cair

Fadli Zon menganggap, ini adalah bentuk kesalahpahaman yang sangat fatal, karena sebagai politisi Gus Yaqut seharusnya paham bahwa populisme adalah kosakata biasa, baik dalam ilmu politik maupun kajian demokrasi.

"Tak ada problem intrinsik dalam istilah tersebut," tuturnya seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube, Fadli Zon Official, Rabu, 30 Desember 2020.

Lalu secara semantik, ia menjelaskan, populisme berarti gagasan dari kalangan elite yang memberikan perhatian kepada kepentingan rakyat kecil.

"Dalam kaitannya dengan istilah populisme Islam, istilah tersebut bisa juga dimaknai sebagai gagasan yang berusaha mengartikulasikan kepentingan umat Islam," ujar Fadli Zon.

Baca Juga: 2021 Akan Jadi Keberuntungan bagi Aries, Hubungan dan Karier Anda Diprediksi Cemerlang

"Lantas di mana salahnya? jangan lupa sebagai politisi yang juga berasal dari partai berbasis Islam, Gus Yaqut sendiri bisa dianggap sebagai produk dari populisme Islam," sambungnya.

Oleh karena itu, Fadli Zon menilai tidak ada yang salah dengan gagasan tersebut.

Lalu sebagai pejabat negara dalam bidang keagamaan, Gus Yaqut, tutur Fadli Zon, seharusnya bisa menjalankan fungsi sebagai jembatan umat beragama dengan pihak pemerintah.

"Dalam posisi itu, ia seharusnya lebih banyak melakukan politik inklusi, merangkul dan mengajak, bukannya melanjutkan politik eksklusi dari Menteri Agama sebelumnya yang terus-menerus membangun tembok di antara umat beragama, seolah ada permasalahan antara kaum sana dan kaum sini," ucapnya.

Baca Juga: Kabar Gembira! Bansos Disalurkan Mulai 4 Januari 2021, Cek Nama Anda di https://dtks.kemensos.go.id

Padahal menurutnya, pemisahan itu bukan bersifat agamis melainkan politis.

"Seperti yang pernah saya sampaikan tema radikalisme, ekstremisme, atau bahkan terorisme, tidak seharusnya diulang-ulang dan diucapkan di ruang publik oleh pejabat negara," tuturnya.

Fadli Zon menegaskan hal itu hanya akan membuat para pejabat yang mengucapkannya kian mirip pejabat kolonial di masa lalu yang sangat mudah menyebut semua pihak yang berbeda sebagai teroris, ekstremis, atau radikalis. 

"Stop-lah bikin pernyataan murahan semacam itu," ucapnya

Baca Juga: Mensos Risma Larang BLT Dipakai Beli Rokok, PP GP Ansor: Kok Serius Banget Musuhi Rokok? Mikir, Bu!

Selanjutnya, ia meminta Gus Yaqut sadar bahwa yang beragam di Indonesia bukan hanya agama Islam.

"Tetapi juga spektrum interpretasi di masing-masing agama tetap juga ada, jadi Menteri Agama seharusnya belajar jadi tokoh yang bisa berdiri tegak di tengah seluruh umat beragama dengan spektrum keyakinan yang memang beragam," tuturnya.

Fadli Zon paham, banyak sarjana dan pengamat di Indonesia yang pada umumnya menganggap populisme merupakan penyakit bagi demokrasi.  Anggapan tersebut menurutnya muncul lantaran klaim sepihak populisme sebagai satu-satunya yang sah mewakili rakyat.

Baca Juga: Satu-satunya Asal Indonesia, Maudy Ayunda Kalahkan Ariana Grande dalam Wanita Tercantik di Dunia

"Sejumlah fenomena politik di berbagai belahan dunia, sering diasosiasikan merujuk kepada politik populisme ini," ucapnya.

Mulai dari trumpisme di Amerika, brexit di Inggris, syriza di Yunani, podemos di Spanyol, rodrigo duterte di Filipina, gerd wilder di Belanda, atau norbert hovet di Austria.

"Akibatnya, kebanyakan sarjana dan pengamat umumnya, memberikan kecaman kepada populisme karena dianggap hanya meresonansikan kegaduhan semata di tengah masyarakat demokratis," tuturnya.

Populisme dianggap mereka, ucap Fadli Zon, menyebarkan semangat xenophobia, atau anti asing, intoleransi, anti imigran, dan perbedaan antara pribumi authentic people, dan asing non-authentic people.

Baca Juga: Siap Debat tentang Populisme Islam, Gus Mis: Jangan Menag, Cukup Kader NU Layani Tantangan Fadli Zon

"Intinya populisme dinilai sebagai preseden buruk bagi demokrasi, bahkan ada yang menyempitkan populisme sebagai bentuk konservatisme dan fundamentalisme keagamaan, tetapi penilaian tadi tidak sepenuhnya tepat," ucapnya.

"Saya sendiri bukan orang yang menganggap populisme berseberangan dengan demokrasi, gelombang populisme menurut saya muncul sebagai kritik terhadap elitisme, dalam satu segi populisme justru sangat demokratis karena mengekspresikan kedaulatan rakyat terlepas dari muatan isu atau kepentingan yang melatarinya," sambungnya.

Oleh karena itu, Fadli Zon berharap lain kali Gus Yaqut tidak gegabah dalam berbicara dan menerjemahkan istilah.***

Editor: M Bayu Pratama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x