Baca Juga: Heboh Tanda S.O.S di Pulau Laki via Google Maps, Roy Suryo: Hoaks, Ini Jelas-jelas Orang Iseng
Baca Juga: Heboh Tanda S.O.S di Pulau Laki via Google Maps, Roy Suryo: Hoaks, Ini Jelas-jelas Orang Iseng
SBY menerangkan dalam era 'post-truth politics' (politik yang tidak berlandaskan pada fakta), ucapan pemimpin (presiden) harus benar dan jujur. Sebab jika tidak, maka dampaknya sangat besar.
Inilah yang terjadi di AS baru-baru ini. Ketika Donald Trump mengatakan hasil pilpres adalah curang, sehingga menimbulkan kemarahan pendukungnya yang berujung penyerbuan ke Capitol Hill dan menyebabkan kerusuhan yan mencoreng nama baik AS.
Menurut SBY, penggunaan kebohongan sistematis dan berulang itu pada akhirnya akan berujung pada kegagalan. Hal itu kemudian berdampak pada hilangnya kepercayaan rakyat pada pemimpinnya, karena rakyat bisa membedakan mana yang faktual dan tidak faktual.
"Tiap pemilu ada yang menang, ada yang kalah. Meskipun berat & menyakitkan, siapapun yang kalah wajib terima kekalahan dan ucapkan selamat kepada yang menang. Itulah tradisi politik dan norma demokras yang baik. Sayangnya, sebagai champions of democracy, ini tidak terjadi di AS sekarang," kata SBY.
Baca Juga: Cek Fakta: Virus Mati yang Terdapat di Dalam Vaksin Sinovac Dikabarkan Bisa Hidup Lagi, Ini Faktanya
Lebih lanjut dikatakan SBY, pergantian kekuasaan di AS kali ini tidak berjalan lembut dan damai, justru dibarengi luka dan kebencian. Terlebih jelang pelantikan Joe Biden, AS disibukkan dengan penjagaan ketat dengan mengerahkan puluhan ribu tentara.
Karena itu, SBY menyebut situasi ini sebagai titik gelap dalam sejarah AS, serta merupakan warisan buruk yang ditinggalkan Donald Trump.***
Editor: Puji Fauziah