Lebih lanjut M Qodari menilai bahwa reshuffle kabinet itu bisa terjadi karena beberapa hal, di antaranya karena presiden kurang puas dengan kinerja menterinya.
Apalagi menurutnya, di era reformasi sekarang ini, kemungkinan reshuffle kabinet sangat mungkin terjadi.
"Kita memahami Pak Jokowi sebagai presiden dalam setting multipartai dan dalam politik yang terfragmentasi, memang boleh dikatakan menteri itu separuh dari beliau dan separuh lagi sodoran dari partai politik, yang belum tentu cocok dan belum tentu merasa puas," tutur M Qadari.
"Nah, oleh beliau diberi kesempatan kerja setahun lebih, lalu kemudian ada penilaian. Jadi peluang reshuffle di era reformasi ini memang sangat besar, beda sama zaman Pak Harto," sambungnya.
Tak hanya itu, M Qodari menilai bahwa reshuffle kabinet juga dipengaruhi sejumlah peristiwa yang akhir-akhir ini terjadi, yang bisa jadi mengubah penilaian presiden kepada para menterinya.
"Ada peristiwa-peristiwa aktual yang menjadi push atau full faktor, misalnya isu kudeta. Bisa juga isu reshuffle ini supaya Demokrat senang, atau ada masalah-masalah yang konkret, bisa masalah hukum, bisa juga masalah kinerja," kata M Qodari.
M Qadari lantas menyimpulkan bahwa reshuffle kabinet itu bisa dipengaruhi oleh sejumlah faktor, di antaranya kinerja para menteri yang kurang memuaskan Presiden Jokowi, juga adanya peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi penilaian presiden pada para menterinya.***