Rocky itu tak ngerti organisasi, sejarah & masyarakat...Dia cuma punya banyak koleksi kosa kata, retorika & logika formal. Itu modal bagus utk jd pribadi yg hidup dgn benar di pulau terpencil berisi masyarakat homogen..Keluar dr situ jd destruktif https://t.co/iMfdDCDeJe— Budiman Sudjatmiko (IG: budimaninovator) (@budimandjatmiko) February 17, 2021
Ditambahkannya, Rocky Gerung juga cocok hidup di era singularitas, di saat kecerdasan mesin melampaui total kecerdasan manusia sedunia pada sekitar tahun 2045.
Namun, dia melanjutkan, Rocky Gerung pun akan keteteran oleh logika formal komputasional.
"Dan tugas manusia saat itu adalah justru untuk saling mencinta, bukan mencela," kicaunya, sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari akun Twitter @budimandjatmiko pada Kamis, 18 Februari 2021.
Dipaparkan Budiman, logika formal hanya bagus untuk mengawali belajar matematika, khususnya untuk teori kategori yang tanpa angka atau komputer yang masih belum memiliki data.
Akan tetapi begitu data masuk dan diolah oleh mesin pembelajar, maka komputasinya berlatih untuk berpikir historis, tak lagi menggunakan logika formal.
"Bayangkan jika mesin kian lama kian berpikir historis dan terus ada manusia yang ngotot berpikir logis formal, bakal "diketawain" robot," cuitnya.
Budiman Sudjatmiko menyatakan bukan karena kecerdasan buatan tersebut tak lagi menganalisis secara logis formal (algoritma yang harus logis formal), tetapi kecerdasan buatan itu makin cerdas dengan menjadi dialektis historis.
Dijelaskannya bahwa di era singularitas nanti, baik organisasi dan masyarakat sudah dapat dipahami dan dikelola oleh kecerdasan buatan, lalu dia menyebutkan satu hal yang tersisa oleh umat manusia.