Politikus Partai NasDem itu menilai, dalam kasus tersebut, jelas-jelas para IRT itu melakukan pelemparan batu ke pabrik rokok karena dianggap melakukan pencemaran lingkungan yang membahayakan warga.
"Apalagi, sebenarnya ibu-ibu ini hanya memperjuangkan haknya untuk bisa menghirup udara bersih. Jadi, tidak bisa dibenarkan kalau tindakan ini harus berakhir di tahanan. Saya dari Komisi III menilai hal ini sudah tidak bisa dibiarkan dan para IRT itu harus dibebaskan," tutur Sahroni.
Diketahui, empat IRT di Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, NTB, yakni Nurul Hidayah (38 tahun), Martini (22 tahun), Fatimah (38 tahun), dan Hultiah (40 tahun), harus mendekam di balik jeruji Kejaksaan Negeri Praya.
Dua dari empat IRT itu harus membawa bayinya untuk ikut berada di balik jeruji besi karena masih dalam proses menyusui.
Sebelumnya, keempat IRT itu diduga melempar atap gedung pabrik rokok di Dusun Eat Nyiur sebagai bentuk protes karena polusi udara yang ditimbulkan, dan justru pabrik lebih memilih mempekerjakan orang luar dibanding warga setempat.
Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Praya Abdul Haris mengatakan, berkas perkara tahap dua kasus perusakan pabrik rokok itu secara formil telah terpenuhi, sehingga para tersangka sesuai aturan ditahan karena tidak ada yang mengajukan surat penangguhan.
"Pada saat kami terima tahap II tiga hari lalu, hanya empat tersangka. Itu dititipkan di Polsek Praya Tengah, karena tidak ada yang menjamin atau mengajukan surat penangguhan," kata Abdul Haris, Jumat, 19 Februari 2021.***