PP GPI Akan Polisikan Presiden Jokowi, Refly Harun: Tidak Mudah Proses Seorang Kepala Negara

- 25 Februari 2021, 18:02 WIB
Pakar hukum tata negara Refly Harun yang mengomentari soal PP GPI yang akan melaporkan Jokowi ke polisi.
Pakar hukum tata negara Refly Harun yang mengomentari soal PP GPI yang akan melaporkan Jokowi ke polisi. /ANTARA/Indrianto Eko Suwarso/ANTARA

PR BEKASI - Pakar hukum tata negara Refly Harun turut menanggapi soal Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan dipolisikan oleh Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam (PP GPI).

Ketua Bidang Politik dan Kebijakan Publik PP GPI Eko Saputra menegaskan, secara tidak langsung Presiden sudah melanggar Pasal 93 UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan serta UU 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

Untuk itu, Eko berencana untuk membuat laporan polisi (LP) terkait dugaan pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi ke Mabes Polri.

Namun, menurut Refly Harun, tidak mudah untuk memproses seorang kepala negara seperti Jokowi.

Baca Juga: Raih Public Leader Awards, Anies Baswedan Persembahkan untuk Jajaran Pemprov DKI Jakarta

Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Keluarga Cikeas Runtuh karena Demokrat Berhasil Dikudeta, Ini Faktanya

"Saya ingin mengatakan bahwa tentu tidak mudah memproses seorang kepala negara yang juga kepala pemerintahan," katanya sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube Refly Harun pada Kamis, 25 Februari 2021.

Karena menurut Refly Harun, terdapat beberapa pengecualian bagi seorang Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia dibandingkan dengan warga sipil.

"Kepada Jokowi berlaku pengecualian-pengecualian yang berbeda dengan warga negara biasa," ucapnya.

Refly Harun paham bahwa saat ini, aspirasi dari sebagian masyarakat menginginkan Presiden Jokowi juga diproses karena telah melakukan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) ketika berada di NTT.

Baca Juga: Kondisi Mabuk, Oknum Polisi Bripka CS Tembak Tiga Orang Hingga Tewas di Kafe Cengkareng

"Mengumpulkan massa secara tidak langsung, kemudian melemparkan sesuatu yang membuat massa makin antusias, bahkan keluar dari mobil melalui sunroof-nya untuk menyapa kerumunan yang membuat massa makin liar," tuturnya.

Maka, ujar Refly Harun, saat ini kebanyakan orang akan mengatakan, "Lah kalau begitu dikenakan juga dong tiga UU, tentang kekarantinaan kesehatan, wabah penyakit menular, dan KUHP".

"Dua UU ancaman hukumannya ringan saja hanya satu tahun, tapi pasal penghasutan yang dikenakan kepada Habib Rizieq Shihab (HRS) itu ancaman hukumannya enam tahun," ungkapnya.

"Karena enam tahun tentu bisa dikualifikasikan sebagai kejahatan atau tindak pidana berat dan ada alasan untuk ditahan," katanya.

Baca Juga: Tak Mau Bicara Pernikahan Sebelum Aurel Sembuh, Atta Halilintar: Aku Enggak Akan Maksain Tanggal

Refly Harun mengira, itulah satu-satunya alasan mengapa Habib Rizieq dikenakan pasal tentang penghasutan, pasal 160 KUHP, agar HRS bisa ditahan karena pasal lainnya dirasanya tidak cukup.

Pertanyaanya adalah, tutur Refly Harun, dengan kerumunan yang kurang lebih sama, dengan provokasi yang dianggap kurang lebih sama, apakah Presiden Jokowi juga bisa dipolisikan?

"Apakah bisa seorang presiden dibegitukan? mari kita tengok ke UU," ucapnya.

Jika dilihat di Pasal 7A UUD 1945, Refly Harun menegaskan bahwa Presiden atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dengan dua sebab.

Baca Juga: Mensos Risma Kembali Blusukan di Jakarta, Christ Wamea: Habis Banjir Pasti Ada Drama Gelandangan

Berikut adalah isi lengkap dari Pasal 7A UUD 1945:

"Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat , baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden"

Kalau bicara soal tindak pidana berat lainnya yang terdapat dalam pasal tersebut, Refly Harun menyampaikan bahwa itu adalah tindak pidana yang ancaman hukumannya minimal lima tahun.

"Jadi kalau Habib Rizieq dikenakan pasal 160 KUHP dan kasusnya mirip Presiden Jokowi, maka tentu bisa dikatakan ada alasan untuk mengatakan bahwa Presiden Jokowi pun bisa dikenakan pasal tersebut dan terpenuhi;ah klausul tindak pidana berat," ungkapnya.

Baca Juga: Geram dengan Mega Skandal Korupsi PT Asabri, Haikal Hassan: Hukum Mati Mereka!

Kemudian nantinya menurut Refly Harun akan ada inisiasi untuk menjatuhkan Presiden Jokowi dari jabatannya melalui pendakwaan di pengadilan.

Namun Refly Harun mengingatkan bahwa perkara soal menjatuhkan Jokowi ini bukan di tingkat polisi, melainkan perkara tingkat politisi.

"Jadi bukan tingkat polisi, tapi tingkat politisi, karena dia tingkat politisi maka sesungguhnya sangat tergantung inisiatif dari DPR untuk memproses ini," ungkapnya.

"Dasarnya adalah bahwa presiden melakukan pelanggaran hukum berupa tindak pidana berat lainnya, yaitu melakukan penghasutan agar orang-orang melanggar prokes sama seperti yang terjadi pada Habib Rizieq," katanya.

Baca Juga: Kebijakan Baru, Berikut Cara dan Persyaratan untuk Daftar dan Perpanjangan SIM Online

Sebelumnya, Eko menjelaskan bahwa pelaporan ini bertujuan untuk menguji komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yakni hukum tidak dijadikan alat kekuasaan dan hukum berkeadilan tidak tajam ke bawah namun tumpul ke atas.

"Kami akan membuat laporan resmi ke Mabes Polri terkait pelanggaran Protokol Kesehatan yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dan berharap semoga masih ada keadilan dan ketegasan hukum di negeri ini sebagaimana janji dari Kapolri Jenderal Sigit," kata Eko.

"Hukum jangan cuma dijadikan mainan dan alat kekuasaan saja. Harus merata bagi semua warga negara. Tidak boleh tajam ke bawah dan tumpul ke atas," tutupnya.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: YouTube Sobat Dosen


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x