"Dia kembali lagi ke rumahnya, tetapi masyarakat tidak terima. Malah masyarakat mengikat dan memukuli dia, seperti hewan dan tidak ada rasa manusiawi," kata Jhosua Lubis.
Mengetahui Salamat Sianipar diperlakukan tak manusiawi hanya karena terkena Covid-19, Jhosua Lubis dan keluarganya pun mengaku tak terima, dan meminta pemerintah lebih mengedukasi masyarakat soal Covid-19.
Baca Juga: Rachland Nashidik Minta Kader Demokrat Tak Takut Di-bully Soal Hambalang: Basi, Kita Tak Terlibat!
"Kami dari pihak keluarga tidak menerima dan ini tidak manusiawi lagi. Perlu adanya edukasi dari pemerintah untuk masyarakat tentang Covid-19," kata Jhosua Lubis.
Jhosua Lubis lantas menjelaskan bahwa kejahatan kemanusiaan diatur dalam Statuta Roma dan diadopsi dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
"Hukum Indonesia juga tegas melarang penyiksaan. Konstitusi Indonesia, UUD 1945 menyatakan hak untuk bebas dari penyiksaan adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun," tuturnya.
"Hak untuk bebas dari penyiksaan juga tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM," kata Jhosua Lubis.
Oleh karena itu, Jhosua Lubis berharap apa yang dialami pamannya, Salamat Sianipar bisa ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang.