ABK Indonesia Disiksa di Kapal Tiongkok, Edhy Prabowo: Kami Minta Tanggung Jawab Mereka

- 7 Mei 2020, 20:55 WIB
MENTERI Edhy Prabowo saat menggelar rapat usai penangkapan kapal asing. Sumber:
MENTERI Edhy Prabowo saat menggelar rapat usai penangkapan kapal asing. Sumber: /Agung Tri Prasetyo/Humas/

PIKIRAN RAKYAT - Sejak Rabu 6 Mei 2020, berita terkait ABK (Anak Buah Kapal) Indonesia di kapal Tiongkok dari media nasional Korea Selatan, MBC, viral diperbincangkan oleh warganet.

Terlebih setelah kabar tersebut diangkat dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh YouTuber Korea Roemit, Jang Hansol.

Laporan MBC mengatakan bahwa pekerja migran Indonesia yang bekerja sebagai ABK di kapal ikan tuna dengan bendera Tiongkok Long Xin 605, Long Xin 629, dan Tian Yu 8 dipekerjakan dengan tidak layak dan menelan banyak penderitaan selama berlayar.

Selama 13 bulan berlayar, mereka hanya mendapatkan upah Rp 1,7 juta. Dari 30 jam kerja para ABK hanya mendapatkan kesempatan untuk istirahat selama 6 jam, itupun di jam makan.

Baca Juga: Temukan Bukti Konspirasi Covid-19, Jerinx: RS di Luar Negeri Kosong, Kata Teman Saya 

Dapat disimpulkan para ABK bekerja 18 jam per hari, mirisnya, mereka bekerja dengan posisi berdiri.

Faktor kelebihan jam kerja, dan tidak layaknya asupan membuat para ABK Indonesia mengalami masalah kesehatan, saat nelayan Tiongkok minum air mineral, ABK Indonesia hanya diperkenankan minum air laut yang telah difilter.

Hasilnya, empat dari 18 ABK Indonesia telah meninggal dunia.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo akan melakukan investigasi terkait eksploitasi ABK Indonesia tersebut dan jika benar akan melaporkan ke Regional Fisheries Management Organization (RFMO) agar perusahaan dan kapal diberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku.

Baca Juga: Cek Fakta: Indonesia Canangkan Program 1 Suami 2 Istri, Simak Faktanya 

Edhy menyampaikan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Tenaga Kerja, dan BP2MI untuk sama-sama melakukan pengecekan terkait dokumen dan kontrak para ABK Indonesia yang diduga mengalami eksploitasi.

Edhy turut menyampaikan akan segera menemui para ABK yang masih selamat dan akan segera meminta pertanggungjawaban kepada pihak perusahaan yang merekrut dan menempatkan para ABK ini, agar hak-hak nya dipenuhi.

Sejalan dengan yang disampaikan Menteri KKP, Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo mengatakan apa yang dialami oleh para ABK Indonesia yang tengah viral adalah bentuk dari pelanggaran hak asasi manusia.

Hak ABK Indonesia terenggut, mulai dari kebebasannya, bekerja dalam kondisi tidak layak, tidak mendapatkan hak atas informasi, hingga hak yang paling dasar juga ikut terenggut, yaitu hak atas hidup.

Baca Juga: Waspadai Potensi Penularan Virus Corona Melalui Air Limbah di Selokan, Menurut Para Ahli 

"Kondisi ini makin memperlihatkan kondisi pekerja migran Indonesia, terutama yang bekerja di sektor kelautan, berwajah muram," kata Wahyu Susilo, pada Kamis 7 Mei 2020 sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-bekasi.com dari Antara.

"Sebelumnya, seperti yang kita ketahui, ribuan pekerja migran Indonesia yang bekerja sebagai ABK di kapal-kapal pesiar juga menjadi korban penularan Covid-19, baik tertular penyakitnya maupun kehilangan pekerjaannya. Menurut catatan BP2MI, sudah lebih dari 6000 ABK mengalami pemutusan hubungan kerja," tutur dia.

Kerentanan pekerja migran Indonesia di sektor kelautan dan perikanan memang bukan hal yang baru.

Dalam Global Slavery Index yang dikeluarkan Walk Free tahun 2014-2016, pekerja migran di sektor kelautan dan perikanan terutama sebagai ABK di kapal pencari ikan dinobatkan sebagai praktek perbudakan modern terburuk.

Baca Juga: Sinopsis He Who Dares, Upaya Penyelamatan Putri Perdana Menteri dari Teroris Bertopeng 

Menurut penuturan Wahyu, Pemerintah Indonesia pernah terlibat dalam upaya memerangi perbudakan di sektor kelautan, terutama pada zaman Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Namun inisiatif tersebut lebih banyak dipraktekkan di perairan Indonesia, dipicu kasus perbudakan di kapal ikan di perairan Benjina, kepulauan Maluku.

Sayangnya, inisiatif ini tidak meluas pada nasib pekerja migran Indonesia sebagai ABK di kapal-kapal pencari ikan berbendera asing yang beroperasi melintas negara.

Inisiatif ini pun tidak mendapat dukungan signifikan dari Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perhubungan atau BNP2TKI, sekarang menjadi BP2MI.

Baca Juga: Teroris Paling Dicari di India Terbunuh dalam Serangan Bersenjata di Kashmir 

Dalam perkara ini Kementerian Luar Negeri juga mengalami kesulitan dalam penanganan kasus terkait yurisdiksi perkara.

Sebab, banyak kasus terjadi di kapal pencari ikan berbendera A, pemiliknya adalah warga negara B dan kasusnya terjadi di lautan dalam otoritas negara C atau di laut bebas.

Namun demikian, apa pun situasinya seharusnya negara mampu hadir dalam memberikan perlindungan terhadap ABK Indonesia.

Kerentanan para pekerja migran Indonesia di sektor kelautan dan perikanan juga dipicu oleh ketiadaan instrumen perlindungan yang memadai sebagai payung perlindungan bagi mereka.

Meskipun UU No.18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia mengamanatkan adanya aturan khusus mengenai Pelindungan Pekerja Migran di sektor Kelautan dan Perikanan, namun hingga saat ini aturan turunan tersebut belum terbit.

Baca Juga: Bukan Hanya Sekali, Bocah di Tiongkok Alami Kematian Mendadak Saat Olahraga Memakai Masker 

Politik luar negeri dan diplomasi juga belum maksimal dalam memperjuangkan penegakan hak asasi pekerja migran di sektor kelautan dan perikanan, terkait dengan implementasi dan komitmen antarnegara dalam pelindungan pekerja di sektor kelautan.

Dalam kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dialami ABK Indonesia di kapal berbendera Republik Rakyat Tiongkok, Kementerian Luar Negeri RI telah mengeluarkan sikap, namun hingga saat ini belum ada respons dari Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

"Migrant CARE menilai respons Kementerian Luar Negeri RI bersifat normatif namun belum menukik pada pokok persoalan apakah sudah ada desakan bagi investigasi pelanggaran hak asasi manusia, juga belum ada pernyataan tegas untuk memastikan pemenuhan hak-hak ABK tersebut," ujar Wahyu Susilo.

Migrant CARE mendesak Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia untuk bersikap proaktif memanggil para agen pengerah ABK untuk meminta pertanggungjawaban korporasi.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x