Pakar Epidemiologi Unair: Herd Immunity Paling Tepat Digunakan dalam Praktik Vaksinasi

- 28 Mei 2020, 14:00 WIB
Sejumlah pekerja berjalan usai bekerja dengan latar belakang gedung perkantoran di Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (16/4/2020). Pemprov DKI Jakarta akan memberikan saksi berupa mencabut perizinan kepada perusahaan yang tetap beroperasi di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kecuali sebelas sektor yang memang diizinkan.
Sejumlah pekerja berjalan usai bekerja dengan latar belakang gedung perkantoran di Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (16/4/2020). Pemprov DKI Jakarta akan memberikan saksi berupa mencabut perizinan kepada perusahaan yang tetap beroperasi di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kecuali sebelas sektor yang memang diizinkan. /ANTARA/

PIKIRAN RAKYAT - Akhir-akhir ini, Herd Immunity telah menjadi salah satu kata dengan pencarian teratas di mesin pencari Google.

Hal ini terkait dengan pandemi Virus Corona yang semakin buruk setiap hari, terutama di Indonesia pada hari Rabu, 27 Mei 2020 ada 23.851 kasus yang dikonfirmasi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya telah memperingatkan bahwa teori herd immunity sangat berbahaya sebagai strategi untuk mengatasi pandemi Virus Corona.

Baca Juga: Para Astronom Berhasil Abadikan Momen Langka dari Planet Jupiter

Dalam hal ini, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-bekasi.com, dari situs resmi Unair.ac.id Kamis, 28 Mei 2020, Laura Navika Yamani, S.Si., M.Si. Ph.D., dosen epidemiologi di Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga (FKM UNAIR) memberikan penjelasan.

Menurut Laura, Herd Immunity adalah kekebalan komunitas atau kelompok yang dapat dicapai ketika tingkat kekebalan komunitas tinggi.

“Konsep herd immunity paling baik digunakan dalam praktik vaksinasi. Ketika suatu populasi sebagian besar divaksinasi, itu berarti ia dapat melindungi kelompok minoritas yang tidak divaksinasi,” kata Laura.

Baca Juga: Didanai oleh Bill Gates, Perusahaan Bioteknologi di AS Lakukan Uji Coba Vaksin Kepada 130 Relawan

Cakupan vaksinasi, lanjutnya, tergantung pada tingkat penyakit menular atau infeksi yang dikenal sebagai nomor reproduksi (R0).

Semakin tinggi penularan melalui R0, cakupan vaksinasi juga harus tinggi.

Laura mengatakan, untuk kasus COVID-19, R0 telah mencapai dua hingga empat. Ini berarti 1 orang yang terinfeksi dapat menularkan penyakit ke dua hingga empat orang.

Baca Juga: Info Pemadaman Listrik di Bekasi Hari Ini, Kamis 28 Mei 2020

"Jadi meraih kekebalan kelompok seharusnya ketika sekitar 50 persen orang mendapatkan vaksin Covid-19," ujarnya.

Hanya saja makna kekebalan kawanan sekarang berkembang, di mana orang dibiarkan secara alami terpapar Virus Corona untuk membentuk kekebalan individu untuk mendapatkan tingkat kekebalan kawanan.

Menurut Laura, jika Indonesia, dengan populasi 270 juta, menerapkan konsep kekebalan kawanan, bukan melalui vaksinasi tetapi dengan membiarkan mereka terpapar secara alami.

Baca Juga: Studi Terbaru Ungkap Cara Penularan Virus Corona Antarmanusia yang Lebih Berbahaya

Maka harus ada sekitar 50 persen orang yang secara alami terinfeksi atau sakit dengan virus corona, yaitu sekitar 135 juta orang.

Dengan mengikuti data global, sekitar 30 persen atau 40 juta lebih banyak orang memerlukan perawatan khusus, termasuk pekerja medis, ruang isolasi, ventilator, Indonesia harus memiliki fasilitas ini.

“Jika tidak, angka kematian akan tinggi karena pasien ini tidak dirawat. Jika kita dapat mengurangi penyebaran, sebenarnya untuk mengurangi beban tenaga medis dan fasilitas yang dibutuhkan dan jumlah kasus kematian dapat dikurangi,” tuturnya.

Baca Juga: Jadi Percontohan New Normal, Kasus Positif di Kota Bekasi Bertambah 2 dan Sisakan 15 Pasien

Oleh karena itu, Indonesia masih berada di jalur yang tepat untuk melakukan upaya pencegahan penyebaran dengan menerapkan kebijakan yang telah diambil, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Selain itu, pemantauan dan evaluasi implementasinya memberikan hasil sesuai dengan indikator keberhasilan yang ingin dicapai.

“Intinya adalah kebijakan yang diambil untuk membatasi pergerakan orang dan didukung oleh kebijakan penerapan protokol kesehatan oleh publik. Intervensi ini diharapkan dapat memutus rantai transmisi Covid-19. Ini juga mempercepat proses 3T yang dilakukan, diuji, dirawat, dan ditelusuri, sehingga kasus-kasus positif dapat segera diisolasi dan tidak menjadi sumber penularan yang meluas," imbuhnya.***

Editor: Billy Mulya Putra


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x