Biografi Pangeran Diponegoro serta Kisahnya dalam Perjuangan Melawan Belanda di Pulau Jawa

7 Juni 2022, 13:55 WIB
Pangeran Diponegoro. /instagram @museum_diponegoro/

PR BEKASI - Pangeran Diponegoro adalah salah satu pahlawan yang tersohor di seluruh Indonesia, terkhusus pulau Jawa.

Itu semua dikarenakan peran pangeran Diponegoro pada perang Jawa. Barang ini dilatarbelakangi karena pangeran Diponegoro tidak menyetujui campur tangan Belanda dalam urusan kerajaan.

Selain peperangan dengan Belanda, ini juga merupakan perang persaudaraan.

Terbagi menjadi dua kelompok yaitu, saudara orang-orang keraton yang berpihak pada Diponegoro dan yang anti Diponegoro.

Baca Juga: Perankan Film Biografi Oppenheimer, Berat Badan Cillian Murphy Turun Drastis

Dilansir PikiranRakyat-Bekasi.com dari kemdikbud.go.id pada Selasa, 7 Juni 2022, sedikit biografi mengenai pangeran Diponegoro, dia adalah putra dari Sri Sultan Hamengkubuwono III. Nama aslinya adalah Raden Mass Ontowiryo. Pangeran lahir pada 11 November 1785 di Yogyakarta.

Perang Diponegoro disebut juga dengan perang Jawa, karena perang ini terjadi di daerah Jawa. Ini menjadi salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama masa pendudukannya di nusantara.

Perang tersebut terjadi karena para petani lokal menderita akibat penyalahgunaan penyewaan tanah oleh warga Belanda, Inggris, Prancis dan Jerman sejak tahun 1821.

Adapun hal lain yang memantik rasa empati pangeran Diponegoro, yang mana Van der Capellen mengeluarkan dekrit pada 6 Mei 1823, yang menyatakan bahwa seluruh tanah yang disewakan kepada orang Eropa dan orang Tionghoa wajib dikembalikan kepada pemiliknya pada 31 Januari 1824.

Baca Juga: Aktor Ray Liotta Meninggal Dunia, Berikut Biografi dan Perjalanan Kariernya Menjadi Bintang Hollywood

Namun secara tidak adil, pemilik lahan diwajibkan memberikan kompensasi kepada penyewa lahan Eropa.

Kemudian karena hal tersebut, muncullah rasa nasionalisme atas tanah airnya terutama daerah Jawa.

Dia bertekad untuk melakukan perlawanan dengan membatalkan pajak Puwasa agar para petani di Tegalrejo dapat membeli senjata dan makanan.

Kekecewaan pangeran Diponegoro meningkat ketika Patih Danureja memasang tonggak-tonggak untuk membuat rel kereta api melewati makam leluhurnya. Hal itu merupakan perintah dari Belanda.

Baca Juga: Profil dan Biografi Oded M Danial, Wali Kota Bandung yang Meninggal Dunia Saat Menaiki Mimbar Jumat

Mengetahui pangeran Diponegoro melakukan ancang-ancang perang, pihak istana mengutus dua Bupati Keraton senior pada hari Rabu 20 Juli 1825 untuk menangkap Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo.

Namun, Pangeran Diponegoro dapat lolos karena lebih mengenal medan Tegalrejo. Selanjutnya Dia, keluargnya dan pasukannya bergerak ke arah Barat menuju Desa Dekso di Kabupaten Kulonprogo.

Kemudian meneruskan perjalanan ke arah selatan hingga tiba di goa Selarong pada keesokan harinya. Gua ini terletak 5 km arah barat dari kota Bantul.

Dia memutuskan untuk pindah ke Selarong, kemudian menjadikan daerah yang berbukit-bukit untuk dijadikan markasnya. Gua itu dijadikan basisnya untuk mempersiapkan peperangan melawan Penjajah.

Baca Juga: Trailer Film Biografi Putri Diana 'Spencer' Resmi Dirilis, Penggemar Kerajaan Inggris Marah

Goa yang ditempatinya adalah goa kakung. Tempat tersebut juga dijadikan sebagai arena pertapaannya. Sedangkan Raden Ayu Retnaningsih (selir pangeran yang paling setia) dan pengiringnya menempati Goa Putri di sebelah timur.

Pangeran Diponegoro memimpin masyarakat Jawa dalam peperangan yang mulai tercetus saat Tegalrejo diserang. Dari kalangan petani dan priyayi menyumbangkan harta benda berharga milik mereka sebagai dana perang.

Dengan semangat "Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan Pati" yang artinya "sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai Mati" perang berlangsung.

15 dari 19 Pangeran bergabung dengan perjuangan Pangeran Diponegoro. Dia juga berhasil mobilisasi para bandit profesional yang ditakuti penduduk pedesaan untuk membantu perjuangannya.

Baca Juga: 'Perempuan-perempuan Chairil', Pentas Biografi Chairil Akan Tayang di YouTube, Simak Jadwalnya

Kyai Mojo membantu perjuangan Diponegoro. Kyai Mojo membantu spiritual keagamaan para prajurit perang. Pangeran juga berkoordinasi dengan I.S.K.S Pangkubuwono VI serta Raden Tumenggung Prawirodigdoyo, Bupati Gagatan.

Perang Jawa pun pecah. Pada tahun 1827 Belanda menyerang Diponegoro dengan sistem benteng sehingga pasukan Pangeran terjepit. Selain itu Kyai Mojo juga ditangkap pada tahun 1829, menyusul Pangeran Mangkubumi dan panglima utamanya Alibasah Sentot Prawirodirjo menyerah kepada Belanda.

Akhirnya Jenderal De Kock berhasil mengepung pasukan Diponegoro di Magelang. Pangeran pun menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat anggota laskarnya dilepaskan.

Pangeran ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafat di Benteng Rotterdam 8 Januari 1855.

Baca Juga: Kasdam IV Diponegoro Minta Warga Kalinusu Brebes untuk Merawat Jalan Hasil TMMD

Perang Jawa (1825-1830) telah memakan korban sebanyak 200.000 jiwa penduduk Jawa. Sedangkan korban tewas Belanda sebanyak 8.000 tentara dan 7000 serdadu pribumi.

Setelah perang Jawa berakhir, suruh raja dan bertempat di Jawa tunduk kepada Belanda kecuali Bupati Ponorogo Warok Brotodiningrat III.

Dia justru hendak menyerang seluruh kantor Belanda yang berada di kota-kota karesidenan Madiun dan di Jawa Tengah seperti Wonogiri Karanganyar yang banyak dihuni oleh pasukan Warok.

Kalahnya Pangeran Diponegoro atas perang Jawa, ini berarti menegaskan kekuasaan Belanda di seluruh Pulau Jawa.***

Editor: Nicolaus Ade Prasetyo

Sumber: Kemendikbud.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler