Minta Polisi Tindak Tegas Gerakan Radikal di Medsos, Pakar: Mereka Dapat Mengancam Kedaulatan Negara

- 9 April 2021, 09:59 WIB
Ilustrasi - Pihak kepolisian diminta untuk segera mengambil tindakan terhadap gerakan radikal di Indonesia serta memproses hukum orang-orang yang berada dibalik akun media sosial dari gerakan radikal.
Ilustrasi - Pihak kepolisian diminta untuk segera mengambil tindakan terhadap gerakan radikal di Indonesia serta memproses hukum orang-orang yang berada dibalik akun media sosial dari gerakan radikal. /PIXABAY/eduardovianna/PIXABAY

PR BEKASI – Pihak kepolisian diminta untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap gerakan radikal di Indonesia.

Selain itu, pihak kepolisian juga diminta untuk segera memproses hukum orang-orang yang berada di balik akun media sosial dari gerakan radikal.

Hal tersebut dikatakan oleh pakar hukum Petrus Selestinus dalam rilis yang diterima di Jakarta, kamis, 8 April 2021.

Baca Juga: Video Turis Asing Tanpa Baju Pungut Makanan Sisa Sesajen di Bali Jadi Viral, Warganet Coba Berprasangka Baik 

Menurut dirinya, selama ini Pemerintah hanya menutup akun yang terindikasi menyebarkan radikalisme tanpa memproses hukum orang-orang yang berada di balik akun media sosial tersebut.

"Polisi wajib memproses hukum pihak-pihak yang menguasai dan memiliki atau pemilik akun medsos yang terindikasi menyebarkan paham radikal,” katanya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

“Mereka harus diproses hukum, terutama media sosial yang menyebarkan paham dan ajaran yang bertentangan dengan Pancasila dan mengancam kedaulatan negara," tambah Petrus Selestinus.

Dia mengatakan, polisi bisa menjerat pemilik akun medsos radikal tersebut dengan Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Baca Juga: Di Balik Kata 'Magis' Patah Hati-nya, Kisah Fahri Skroepp Memilukan: Putus Sekolah Usai Dituding Curi Dompet 

"Pemblokiran itu baik sebagai langkah preventif tetapi juga seharusnya ditindaklanjuti dengan langkah pemidanaan, karena hukum positif kita sudah mengaturnya," katanya.

Menurut dia, polisi tidak harus menunggu pengaduan atau laporan masyarakat untuk memproses hukum pihak-pihak yang menguasai dan memiliki atau pemilik akun medsos yang terindikasi menyebarkan paham radikal.

Polisi siber memiliki kemampuan dan kewenangan untuk bertindak tanpa harus menunggu pengaduan masyarakat.

Jika hal itu dilakukan, Petrus Selestinus menduga dampaknya bagi pencegahan penyebaran radikalisme dan terorisme akan cukup besar.

Baca Juga: Gus Yaqut Bertanya Salahnya Doa dari Semua Agama Apa, Dipo Alam: Bingung? Ya Jawab Sendiri! 

"Sekaligus mencegah meluasnya penyebaran paham radikal atau radikal terorisme yang sangat mengancam kedaulatan negara, kehormatan, dan wibawa negara," katanya.

Sebelumnya, mantan narapidana teroris Haris Amir Falah, menyebut ada perubahan pola rekrutmen orang yang disiapkan melakukan aksi teror.

Proses rekrutmen terhadap para calon teroris diketahui tidak lagi melalui tatap muka, melainkan lewat media sosial.

Melalui media sosial, calon pengantin bisa melakukan dialog tanpa bertemu tatap muka dengan pembinanya.

Baca Juga: Seringkali Tewaskan Guru dan Bakar Sekolah, TNI-Polri Kompak Buru KKB Pimpinan Sabinus Waker 

Haris Amir Falah menuturkan, sejumlah platform media sosial yang kerap dijadikan medium indoktrinasi serta rekrutmen teroris adalah Facebook dan Telegram.

Sedangkan Menkominfo Johnny Plate mengatakan Kementerian Kominfo mengawasi ruang siber menggunakan mesin crawling berbasis AI yang memantau akun dan konten-konten yang terkait dengan kegiatan radikalisme terorisme.

Kemenkominfo juga berkoordinasi dengan kementerian/lembaga serta stakeholder terkait lainnya soal penanganan penyebaran konten radikalisme dan terorisme di medsos.

Baca Juga: SBY dan AHY Dipolisikan karena Fitnah Jokowi, Refly Harun: Moeldoko Buktikan Dong Presiden Tidak Terlibat 

Kominfo juga berupaya menyampaikan konten positif untuk memberi literasi kepada masyarakat agar tak terjerumus gerakan radikal.

"Hingga 3 April 2021, Kementerian Kominfo telah memblokir konten radikalisme terorisme 20.453 konten yang tersebar di situs internet, serta berbagai platform media sosial," katanya.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x