Takut Indonesia Melunak Soal Laut China Selatan, Akademisi Sarankan Belajar dari Malaysia

29 November 2020, 09:13 WIB
Ilustrasi Laut China Selatan, yang dapat jadi bumerang bagi Indonesia terhadap Tiongkok /Pixabay

PR BEKASI – Investasi Tiongkok di Indonesia juga menimbulkan kekhawatiran dari segi kebijakan politik luar negeri yang akan sulit "garang" ketika negara tersebut berulah di wilayah Indonesia. 

Utang Indonesia terhadap Tiongkok yang jumlahnya telah mencapai Rp249 triliun atau 17,75 miliar dolar telah membuat kekhawatiran terutama terkait nasib  Indonesia ke depan yang akan sama seperti Sri Lanka.

Jumlah utang pun diperkirakan akan semakin menggelembung seiring dengan masuknya proyek-proyek BRI baru yang sudah ditandatangani. 

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari theconversation.com, untuk menjaga posisi tawar Indonesia dalam mengamankan wilayah di sekitar perairan Laut Natuna, akademisi menyarankan beberapa hal yang dapat dilakukan terkait prpyek investasi Tiongkok di Indonesia.

Baca Juga: Utang ke Tiongkok Capai Rp249 Triliun, Ahli Ekonomi Khawatirkan Nasib Indonesia Seperti Sri Lanka 

Implikasi Politik

Tidak hanya adanya bahaya dari implikasi ekonomi yakni  ketergantungan Indonesia yang semakin meningkat pada Tiongkok, juga akan mengakibatkan dampak politik yang serius pula. 

Sebagai contoh, kondisi tersebut dapat menyebabkan Indonesia kesulitan untuk memberikan perlawanan yang tegas atas Tiongkok yang semakin agresif di Laut China Selatan.

Dilaporkan bahwa kapal-kapal penangkap ikan dari negara tersebut sering masuk tanpa izin ke wilayah Indonesia di Laut Cina Selatan.

Namun, ketergantungan Indonesia pada Tiongkok dapat menghalangi pemerintah untuk bertindak tegas karena pemerintah enggan kehilangan mitra dagang dan salah satu sumber investasi terbesar negeri ini.

Baca Juga: Adik Prabowo Subianto Sebut Kemenhan 'Lahan Basah' Dibanding KKP, DPR: Wah, Enggak Benur Itu Pak

Ketergantungan Indonesia pada Tiongkok juga dapat menjadi boomerang karena berpotensi melukai prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, yang selalu menekankan netralitas dalam menerapkan kebijakan luar negerinya. 

Hal ini juga berpotensi menodai reputasi bangsa Indonesia dalam politik global karena tidak melaksanakan prinsip yang dianutnya.

Atas kekhawatiran yang terjadi, lantas apa yang harus dilakukan selanjutnya?

Indonesia harus mengurangi ketergantungannya pada Tiongkok. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan diversifikasi kerja sama internasional.

Negara-negara Teluk yang kaya akan sumber minyak dunia bisa menjadi alternatif pilihan yang baik, terutama karena mereka juga telah lama mengincar untuk menjalin hubungan yang lebih erat dengan Indonesia sebagai pengejawantahan kebijakan mereka yang diberi nama “Look-East Policy”.

Baca Juga: PM Denmark Menangis di Hadapan Peternak, Ternyata Kebijakan Pemusnahan Jutaan Cerpelai Ilegal

Pada saat yang sama, pemerintah pun perlu memastikan bahwa keikutsertaan Indonesia pada proyek BRI Tiongkok tidak mengalami kerugian seperti yang terjadi pada Sri Lanka.

Salah satu strategi untuk menghindari kemungkinan jebakan utang adalah dengan menegosiasikan ulang dengan Tiongkok mengenai syarat dan ketentuan proyek-proyek pembangunan infrastruktur tersebut.

Pemerintah Indonesia harus belajar dari Malaysia mengenai hal ini. Setelah dihadapkan pada pilihan untuk menegoisasikan ulang atau membayar biaya penghentian proyek sekitar US$ 5,3 miliar, Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, memutuskan untuk bernegoisasi dengan Beijing.

Pada akhirnya, Malaysia sukses membuat perjanjian ulang dengan total nilai biaya proyek yang dikurangi.

Baca Juga: Anda Sering Bawa Ponsel ke Kamar Mandi? Waspadai Bahaya Wasir yang Bisa Berdampak Serius

Walau Malaysia masih perlu mengambil pinjaman dari bank Tiongkok untuk mendanai proyek tersebut, tapi jumlahnya berkurang dari kesepakatan awal.

Pemerintah harus menyadari bahwa Tiongkok sesungguhnya lebih membutuhkan Indonesia daripada sebaliknya. Hal ini karena Indonesia memegang posisi kunci yang sangat strategis dalam implementasi BRI. 

Proyek ambisius milik Tiongkok tersebut harus melewati wilayah maritim Indonesia dan Tiongkok tidak dapat merampungkan proyek tersebut tanpa melibatkan Indonesia.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: The Conversation

Tags

Terkini

Terpopuler