Panic Buying Bisa Dipicu Pembatasan Pembelian Bahan Pokok

20 Maret 2020, 12:19 WIB
WARGA berbelanja di gerai operasi pasar komoditas pangan di Pasar Kramat Jati, Jakarta, Rabu 18 Maret 2020.* /APRILLIO AKBAR/ANTARA/

PIKIRAN RAKYAT - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti menilai, pembatasan pembelian bahan pokok seperti gula, beras, minyak goreng, dan mi instan justru akan mendorong konsumen melakukan aksi panic buying.

Hal itu terjadi karena mereka menganggap ketersediaan bahan pokok terbatas di pasaran.

"Adanya pembatasan transaksi pangan bukannya menstabilkan pasar. Hal itu justru bisa menjadi alasan konsumen membeli komoditas pangan melebihi jumlah yang sesungguhnya mereka butuhkan," kata dia sebagaimana dilaporkan Antara, Jumat 20 Maret 2020.

Ira menilai, selain membuat konsumen panik, adanya larangan itu membuka kemungkinan terjadinya tindakan diskriminatif di toko berbeda.

Baca Juga: Di Tengah Pandemi Virus corona, MUI Kabupaten Bekasi: Salat Jumat dan Berjamaah di Masjid Tetap Dilaksanakan

Misalnya, ritel yang beroperasi di bawah asosiasi bisa saja mematuhi pembatasan. Namun, tidak patuh kepada toko lain yang tidak berada di bawah asosiasi. Hal itu akan merugikan konsumen. Tidak hanya itu, perubahan harga banyak terjadi di pasar tradisional.

Menurut data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), sejak 31 Desember 2019, Pemerintah Tiongkok melaporkan munculnya kasus virus corona, tidak ada perubahan harga di pasar modern untuk Beras Kualitas Bawah II maupun Super I, masing-masing masih dijual seharga Rp 15.600 dan Rp 20.750.

Akan tetapi, ada kenaikan harga cukup signifikan di pasar tradisional sejak 31 Desember hingga hari ini. Beras Kualitas Bawah II naik 5,58 persen dan Beras Kualitas Super I naik 4,20 persen.

Baca Juga: Dokter Ignaz Semmelweis, Pelopor Cuci Tangan yang Jadi Google Doodle Hari Ini

"Hal itu menunjukkan dampak virus corona terhadap real income lebih signifikan pada lower income group, terutama yang mengonsumsi produk inferior daripada higher income group yang mengonsumsi produk lebih berkualitas atau yang membelinya di ritel modern," katanya.

Perubahan harga itu, kata Ira, menunjukkan konsumen pasar tradisional lebih rentan dan harus dilindungi dibanding konsumen pasar modern.

Akan tetapi, kebijakan itu hanya akan efektif di peritel besar di bawah asosiasi sedangkan dampaknya terhadap pasar tradisional masih dipertanyakan.

Baca Juga: Pakar Tiongkok Jelaskan 4 Fungsi Cairan Disinfektan untuk Cegah Penyebaran Virus Corona

Pembatasan transaksi memang sesuai pasal 35 dan pasal 94 Undang-Undang Perdagangan. Namun, menurut pasal 26, dalam kondisi gangguan perdagangan seperti saat ini, pemerintah berkewajiban menjamin pasokan dan memastikan stabilitas harga kebutuhan pangan dan barang penting, yang diatur selanjutnya dalam Perpres Nomor 71 tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.

Dalam Pasal 2 disebutkan, jenis barang penting tersebut termasuk benih, pupuk, gas elpiji, hingga baja ringan.

Dalam keadaan seperti saat ini, masker, hand sanitizer dan obat-obatan juga tentu menjadi penting bagi masyarakat.

Ketersediaan yang memadai akan membuat harga di pasar menjadi stabil dan terjangkau untuk semua konsumen.

Oleh karena itu, pemerintah harus terus memastikan ketersediaan kebutuhan pangan. Misalnya, dengan membuka keran impor pada kebutuhan pangan strategis.

Pemerintah bahkan sudah seharusnya menjadikan pasar lebih leluasa menentukan supply and demand di pasar bahkan sebelum hal-hal seperti ini terjadi.***

Editor: Yusuf Wijanarko

Sumber: Permenpan RB

Tags

Terkini

Terpopuler