Omnibus Law RUU Cipta Kerja Hapuskan Pesangon dan Picu Kelangkaan Karyawan Tetap

- 16 Februari 2020, 15:20 WIB
AKTIVIS buruh Yogyakarta melakukan aksi damai di depan kantor DPRD Yogyakarta, Rabu 12 Februari 2019.*
AKTIVIS buruh Yogyakarta melakukan aksi damai di depan kantor DPRD Yogyakarta, Rabu 12 Februari 2019.* /ANDREAS FITRI ATMOKO/ANTARA/

PIKIRAN RAKYAT - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja menghilangkan pesangon untuk buruh.

"Dalam draf RUU Cipta Kerja terdapat penghapusan pasal 59 UU 13 tahun 2003, yakni mengenai perjanjian kerja untuk waktu tertentu. Dengan demikian, kerja kontrak bisa diterapkan di semua jenis pekerjaan," katanya dalam konferensi pers di Jakarta seperti disiarkan Antara, Minggu 16 Februari 2020.

Ia mengemukakan, dalam draf RUU tersebut disebutkan bahwa tidak ada batasan waktu sehingga kontrak kerja bisa diterapkan seumur hidup. Dengan kata lain, status pekerja tetap akan semakin langka.

Baca Juga: Jika Persib Bandung Juara Liga 1 2020, Eko Maung Siap Lari Sambil Telanjang di Jakarta

Baca Juga: Cerita Warga Cikarang Antisipasi Terjangkit Virus Corona Selama di Wuhan: Konsumsi Makanan dalam Kemasan Tertutup

"Karena statusnya kontrak kerja, bisa dengan mudah dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan habis kontrak dan kemungkinan tidak ada lagi pesangon karena pesangon hanya untuk pekerja tetap," kata Said Iqbal.

Selain itu, kata Said Iqbal, pengusaha dapat dengan mudah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan selesainya suatu pekerjaan.

"Akibatnya, pengusaha bisa gampang melakukan PHK dengan atau efisiensi karena order atau pekerjaannya sudah habis. Semenatra pekerja kontrak yang di-PHK karena selesainya suatu pekerjaan padahal masa kontraknya belum berakhir, tidak lagi mendapatkan hak sesuai sisa kontraknya. Mereka hanya mendapatkan kompensasi," katanya.

Ia menegaskan, kompensasi hanya diberikan kepada pekerja yang memiliki masa kerja paling sedikit setahun.

Baca Juga: Update Terbaru Virus Corona: Jumlah Kematian Alami Penurunan hingga Konfirmasi Kematian Pertama di Eropa

Hal itu, kata Said Iqbal, akan mendorong perusahaan mempekerjakan buruh kurang dari setahun.

"Pilihan enam hari kerja dan tujuh hari kerja dihapus sehingga memungkinkan pengusaha mengatur jam kerja secara fleksibel," kata anggota tim perumus UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang No 2 Tahun 2004 tentang Pengaduan Perburuhan itu.

Hal itu, kata Said Iqbal, terjadi karena dalam draf RUU tersebut hanya disebutkan waktu kerja paling lama 8 jam dalam sehari dan 40 jam dalam sepekan.

"RUU ini membuka kemungkinan buruh dipekerjakan tanpa batasan waktu jelas sehingga kelebihan jam kerja setelah sehari bekerja 8 jam tidak dihitung lembur," ujar Said Iqbal

Oleh karena itu, KSPI menolak RUU Cipta Kerja karena dianggap merugikan buruh. KSPI juga akan melakukan aksi besar-besaran selama draf RUU tersebut dibahas DPR.

"Aksi ini tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di daerah," ujar Said Iqbal.

Editor: Yusuf Wijanarko

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x