Niat Hati Ingin Edukasi Soal Seks, Sinetron 'Dari Jendela SMP' Justru Kena Tegur KPI

10 Juli 2020, 06:00 WIB
Sinetron dari Jendela SMP yang tayang di SCTV mendapatkan teguran tertulis dari Komisi Penyiaran Indonesia.* /KPI/

PR BEKASI - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kembali menjatuhkan sanksi kepada program televisi Tanah Air.

Sanksi tersebut kini ditujukan untuk program siaran “Dari Jendela SMP” yang tayang di SCTV berupa teguran tertulis.

Berdasarkan hasil rapat pleno, KPI Pusat menjatuhkan sanksi kepada program sinetron yang mulai tayang pada 29 Juni 2020 lalu. Surat teguran tersebut ditandatangani oleh Ketua KPI Pusat, Agung Suprio pada Rabu, 8 Juli 2020.

Baca Juga: Buron Selama 5 Hari Usai Bunuh 8 Polisi, Ketua Gangster Berhasil Dibekuk Saat Berdoa di Kuil 

Sebab dalam siaran tersebut memuat konten visualisasi yang tidak sesuai dengan perkembangan psikologis remaja.

Sinetron "Dari Jendela SMP", menurut KPI, mengandung muatan cerita tentang hubungan asmara dua pelajar SMP yakni Joko dan Wulan. Dalam hubungan keduanya, terdapat adegan dan dialog tentang kehamilan di luar nikah, rencana pernikahan dini, dan perawatan bayi setelah melahirkan.

Sinetron yang diadaptasi dari novel pop karya Mira W ini juga banyak dikeluhkan masyarakat melalui saluran aduan KPI Pusat.

Sebanyak lima pasal P3SPS telah dilanggar tayangan sinetron “Dari Jendela SMP” yakni Pasal 14 Ayat (1) dan (2), Pasal 21 Ayat (1) Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Pasal 15 Ayat (1), Pasal 37 Ayat (1) dan (4) huruf a, Standar Program Siaran (SPS) KPI tahun 2012.

Baca Juga: Telkomsel Siapkan Paket Data dengan Harga Terjangkau untuk PTKI 

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio mengatakan bahwa keputusan memberi teguran untuk sinetron ini karena isi cerita dan visualisasi yang kurang pantas untuk dikonsumsi remaja atau anak-anak.

“Ceritanya memberikan contoh yang tidak baik terkait pacaran di sekolahan, perbicangan kehamilan di usia yang sangat muda tanpa ada klarifikasi-klarifikasi yang menegasikan tentang kehamilan tersebut yang bisa dipandang sebagai pendidikan reproduksi,” ucap Agung dengan tegas.

Menurut Agung, novel yang diadaptasi menjadi sinetron harus memperhatikan faktor penonton dan juga kemungkinan efek negatifnya. Pembaca novel itu butuh usaha yang lebih daripada tontonan TV.

“Anak-anak atau remaja yang membaca novel harus memiliki minat, kemampuan membaca, dan memahami. Jika tidak berminat, mereka akan enggan membaca bahkan menyentuhnya,” ucapnya menjelaskan evaluasi KPI.

Baca Juga: Bonus Demografi 2030 Kian Dekat, Ida Fauziyah Sebut Mayoritas Lulusan Ketenagakerjaan SMP ke Bawah 

Adapun cerita sinetron di TV bisa dinikmati dengan hanya duduk dan menangkap gambar yang pada akhirnya tersimpan dalam ingatan bawah sadarnya.

Karnea pada akhirnya kondisi tersebut bisa menjadi faktor pembentuk karakter dalam berperilaku. Pembiasaan dari apa yang ditonton bisa menjadi persepsi budaya pergaulan.

“Ketika sinteron tersebut ditayangkan secara berkelanjutan maka persepsi anak-anak akan terbentuk tentang pacaran, termasuk melakukannya di sekolah dan bahkan kehamilan serta pernikahan usia dini, meskipun barangkali pada akhirnya ada negasi berupa pesan atau kunci pembuka atas konflik cerita di bagian-bagian akhir," kata Agung.

"Persepsi anak bisa terlanjur dipenuhi dengan hal-hal yang berkaitan dengan pacaran, kehamilan, pernikahan dini sebelum akhirnya menemukan pesan yang disampaikan oleh sinetron ini pada bagian akhir cerita,” tambahnya.

Baca Juga: Penting, Simak 11 Poin Penjelasan MUI Terkait Biaya Sertifikasi Halal 

Sebagai sinetron dengan asli atau adaptasi yang tayang di TV pada jam yang mestinya ramah anak harus memperhatikan rambu-rambu dalam P3SPS. Apalagi sinetron ini sudah dilabeli dengan klasifikasi Remaja atau R.

“Seharusnya, program siaran dengan klasifikasi R mengandung muatan, gaya penceritaan, dan tampilan yang sesuai dengan perkembangan psikologis remaja. Ini justru bertolak belakang,” kata Agung ironi.

Agung juga mengingatkan SCTV dan lembaga penyiaran lain agar tunduk dan patuh pada P3SPS terkait kewajiban memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada anak melalui program siaran pada waktu yang tepat sesuai dengan penggolongan program siaran dan juga memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran.

Baca Juga: Telkomsel Siapkan Paket Data dengan Harga Terjangkau untuk PTKI 

“Kami harap ini jadi pembelajaran dan juga masukan bagi SCTV dan lembaga penyiaran lain untuk lebih berhati-hati dalam menayangkan program apalagi ceritanya diadaptasi dari novel remaja," katanya sebagai masukan.

Jangan sampai kita menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari,” ungkap Agung Suprio.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: KPI

Tags

Terkini

Terpopuler