Paham skeptisisme yang lebih cenderung ke paranoid seperti nalar konspirasi nyatanya bukan masalah negara berkembang saja. Negara maju seperti Belanda, Inggris, dan Amerika memiliki jumlah penganut konspirasi yang tidak sedikit.
Pada konteks pandemi Covid-19, beberapa di antara mereka bahkan sempat menghancurkan menara 5G karena dianggap menyebarkan virus Corona.
Atas alasan itu, Jurnal medis internasional bergengsi The Lancet (2020) merilis hasil penelitian bahwa Covid-19 berasal dari patogen satwa liar.
The Lancet, di sisi lain berusaha mengikis prasangka liar bahwa Covid-19 adalah hasil rekayasa biologis laboratorium China untuk menyerang Amerika dan dunia.
Percaya Konspirasi Pertanda Tak Siap Terima Kenyataan
Van Prooijen & Jostmann (2013) menyatakan bahwa kepercayaan konspirasi lebih kuat ketika orang mengalami kesusahan sebagai akibat dari perasaan tidak pasti.
Michael A Peters (2020) bahkan menegaskan bahwa dukungan terhadap nalar konspirasi akan subur ketika situasi pemerintahan bersifat korup, otoriter, dan tidak transparan. Tak lupa, kelompok dengan status, pendidikan, dan ekonomi rendah juga dianggap lebih mudah terhasut oleh nalar konspirasi.
Fakta-fakta inilah yang kemudian tidak dipisahkan dalam memandang penyebab suburnya penganut teori konspirasi.
Mengapa Pemikiran Pengagung Konspirasi Layak Diabaikan?