Setidaknya, ada tiga alasan utama mengapa kita perlu mendiamkan ajakan berdebat para pengagung teori konspirasi.
Baca Juga: Angga Sasongko Ancam Putus Kontrak Pihak yang Percaya Konspirasi Covid-19
1. Cara mereka berpikir
Pertama, soal cara berpikir (nalar). Hampir seperti pemikiran mistik, nalar konspirasi termasuk dalam cara berpikir prediktif, yakni menerka sesuatu yang sedang dan akan terjadi di luar fakta empiris yang tersedia.
Meskipun nalar konspiratif menihilkan peran magis dan lebih pada menyambung benang-benang terpisah dari berbagai kejadian, nalar konspiratif telah memastikan hal yang belum diketahui dan belum tentu terjadi (bersifat potential, possibility) sebagai suatu hal yang sebenar-benarnya terjadi atau nyata-ada (fact or exist).
Dalam pengertian itu, nalar konspirasi lebih mirip kepada suatu keyakinan (iman) daripada ilmu. Karenanya diskusi se-ilmiah apapun tidak akan berfungsi sebab mereka mengunci pintu bagi kemungkinan kebenaran lain sedari awal.
Sebagaimana konsep iman, hanya pengalaman eksistensial saja yang mampu membatalkan dan mengubah keyakinan mereka.
2. Cara perolehan-pengolahan informasi (akses-proses data)
Kedua, soal cara perolehan-pengolahan informasi (akses-proses data). Penganut nalar konspirasi dikenal sering menyangkal semua informasi umum terkait data-data sains (data terbuka) yang lazim kita temui.