Kurang Tidur Picu Obesitas, Sebabkan Lemak Perut Jadi Tidak Sehat

- 9 April 2022, 14:02 WIB
Ilustrasi kurang tidur yang memicu obesitas.
Ilustrasi kurang tidur yang memicu obesitas. /Pixabay/manbob86

PR BEKASI - Sering kali manusia mengesampingkan keterkaitan pola makan dan istirahat atau tidur.

Dalam dunia medis, beberapa yang menjadi masalah yang serius adalah pola tidur yang kurang baik dan lemak perut.

Penelitian dari Naima Covassin, Ph.D., peneliti kedokteran kardiovaskular di Mayo Clinic, menunjukkan bahwa kurang tidur mempengaruhi lemak perut manusia.

Dia menyatakan terjadi peningkatan 9 persen pada area lemak perut total dan peningkatan 11 persen pada visceral lemak perut dibandingkan dengan kontrol tidur.

Baca Juga: Bertemu Wiranto Jelang Demo Mahasiswa 11 April 2022, BEM Nusantara Belum Tentu Ikut Aksi

Lemak visceral tersimpan di organ dalam dan sangat terkait dengan penyakit jantung dan metabolisme.

Kurang tidur sering kali dilakukan oleh remaja hingga orang dewasa yang disebabkan oleh beberapa faktor.

Menurut Virend Somers, MD, Ph.D., Profesor Kedokteran Kardiovaskular Alice Sheets Marriott, mengungkapkan kurang tidur akan membawa lemak perut dalam kondisi yang tidak baik.

“Temuan kami menunjukkan bahwa waktu tidur yang lebih pendek, bahkan pada subjek muda, sehat, dan relatif kurus, dikaitkan dengan peningkatan asupan kalori, peningkatan berat badan yang sangat kecil, dan peningkatan signifikan dalam akumulasi lemak di dalam perut,” kata Somers.

Baca Juga: Daftar Tokoh Anime Disangka Perempuan Padahal Laki-Laki Tulen, Ada Haku sampai Astolfo

Dia mengatakan kurang tidur juga akan membahayakan lemak karena terganggunya asupan kalori.

“Biasanya, lemak lebih sering tersimpan di bawah kulit. Namun, kurang tidur tampaknya mengarahkan lemak ke kompartemen visceral yang lebih berbahaya.

"Yang penting, meskipun selama pemulihan tidur terjadi penurunan asupan kalori dan berat badan, lemak visceral terus meningkat," ujarnya.

Sebagai ketua penelitian, Somers menemukan bahwa munculnya obesitas juga disebabkan karena kurangnya waktu tidur.

Baca Juga: 4 Karakter One Piece yang Kebal dengan Gear 5 Milik Luffy, Kaido Jadi yang Paling Kuat?

“Ini menunjukkan bahwa tidur yang tidak memadai adalah pemicu yang sebelumnya tidak dikenali untuk deposisi lemak visceral, dan bahwa mengejar tidur, setidaknya dalam jangka pendek, tidak membalikkan akumulasi lemak visceral.

"Dalam jangka panjang, temuan ini mengimplikasikan kurang tidur sebagai kontributor epidemi obesitas, penyakit kardiovaskular, dan metabolisme," ungkapnya.

Seseorang yang bermasalah dengan jam tidur memang sulit terdeteksi secara kasat mata tanpa penelitian oleh para dokter.

Akan tetapi, Dr. Covassin menemukan bahwa manusia yang kurang tidur dapat terdeteksi dengan proses scan secara medis.

Baca Juga: Daftar Lokasi Vaksin di Bekasi Sore dan Malam Ini, 9 April 2022: Ada Vaksin Sinovac, AstraZeneca, dan Moderna

“Penumpukan lemak visceral hanya terdeteksi oleh CT scan dan akan terlewatkan terutama karena peningkatan beratnya cukup sederhana, hanya sekira satu pon,” kata Dr. Covassin, dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari Neuro Science News, pada Senin, 28 Maret 2022.

Dia menambahkan berat badan manusia bukan menjadi pedoman pola tidur manusia, tetapi hal itu dapat diketahui melalui hasil pemeriksaan lemak perut.

“Ukuran berat badan saja akan meyakinkan secara salah dalam hal konsekuensi kesehatan dari kurang tidur.

"Yang juga mengkhawatirkan adalah efek potensial dari periode berulang dari kurang tidur dalam hal peningkatan progresif dan kumulatif dalam lemak visceral selama beberapa tahun," tuturnya.

Baca Juga: Viral Dugaan Aksi Premanisme terhadap Pengemudi Trans Metro Pasundan

Dr Somers mengatakan intervensi perilaku seperti peningkatan olahraga dan pilihan makanan sehat sangat perlu dipertimbangkan.

Apalagi untuk orang-orang yang tidak dapat dengan mudah menghindari gangguan tidur seperti pekerja shift, mereka sangat perlu perhatian yang besar.

Studi lebih lanjut diperlukan untuk mereka yang sudah mengalami obesitas atau memiliki sindrom metabolik atau diabetes.***

Editor: Akhmad Jauhari

Sumber: Neuro Science News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x