Karena itu seseorang yang telah memiliki gejala gangguan jiwa sebelumnya, akan berakibat buruk jika terinfeksi positif COVID-19.
"Memiliki diagnosis psikiatri sebelumnya dapat membuat Anda mendapatkan hasil yang lebih buruk jika Anda dirawat di rumah sakit karena COVID-19," kata penulis penelitian Dr. Luming Li, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com, dari UPI.com, Kamis, 1 Oktober 2020.
Baca Juga: Program Bantuan Kuota Dinilai Transparan, Kemendikbud: Kami Berkoordinasi dengan BPKP dan KPK
Karena itu Li menyarankan agar mereka yang memiliki diagnosis gangguannmental harus mencoba meminimalkan paparan dari pengidap COVID-19 lain.
Dalam penelitian tersebut, Li bersama rekannya menganalisis data pada 1.685 orang dewasa berusia 47 hingga 83 tahun yang dirawat di rumah sakit karena virus tersebut.
Di antara pasien, 28 persen diketahui memiliki diagnosis psikiatri sebelumnya, dan 19 persen akhirnya meninggal karena COVID-19.
Baca Juga: Sampaikan Prioritas Vaksin, Menkes Terawan: Selain Tenaga Medis, Pekerja 18-59 Tahun Jadi Prioritas
Berdasarkan data, pasien yang telah didiagnosis dengan gangguan kejiwaan cenderung lebih tua, wanita, kulit putih dan non-Hispanik, kata para peneliti.
Namun, kemungkinan lainnya juga turut mempengaruhi seperti penyakit bawaan para pasien berupa kanker ganas, penyakit serebrovaskular, gagal jantung, diabetes, penyakit pada ginjal, hati, hingga HIV.
Meskipun Li dan rekan peneliti lain tidak menilai risiko kematian akibat COVID-19 berdasarkan gangguan kesehatan mental tertentu, namun beberapa faktor depresi dan kecemasan memiliki mungkin memiliki kaitan dengan peningkatan peradangan di bagian otak tertentu.