Penelitian Terbaru Sebut Kesehatan Mental Pengaruhi Risiko Kematian Pasien Pasca Terinfeksi Covid-19

- 1 Oktober 2020, 12:04 WIB
Ilustrasi gangguan mental bisa menjadi salah satu penyebab orang rentan meninggal setelah terinfkesi Covid-19.
Ilustrasi gangguan mental bisa menjadi salah satu penyebab orang rentan meninggal setelah terinfkesi Covid-19. /UNSPLASH/Sydney Sims/

PR BEKASI - Sejak awal kemunculannya hingga saat ini, Covid-19 telah menelan banyak korban jiwa. Beberapa tenaga ahli kesehatan mengatakan sebagian besar korban meninggal adalah pasien terinfeksi positif ditambah dengan penyakit bawaan.

Daya tahan tubuh yang prima menjadi kondisi wajib sebagai antisipasi untuk mempertahankan diri dari serangan virus tersebut.

Hal ini menjadi wajib, sebab penggunaan vaksin sebagai solusi dari masalah virus SARS-CoV-2 hingga kini belum selesai diuji coba dan diproduksi secara massal.

Baca Juga: Sempat Tes Rapid Non-Reaktif, Penyanyi Joy Tobing Dinyatakan Positif Covid-19 Usai Tes Swab

Meski begitu, jika merujuk pada hasil penelitian terbaru yang diunggah pada Rabu, 1 Oktober 2020 oleh JAMA Network Open, kesehatan fisik masih belum cukup.

Penelitian menyebut para orang tua dengan gangguan kesehatan mental memiliki risiko dua kali lebih mungkin meninggal ketika terinfeksi COVID-19 dibandingkan dengan yang tidak memiliki gangguan kesehatan mental.

Sebagai contoh, orang yang telah didiagnosis gangguan jiwa, diketahui sebanyak 36 persen setelah dirawat telah meninggal dalam dua minggu setelah masuk, sementara itu 45 persen lainnya meninggal dalam empat minggu.

Baca Juga: Solusi Pria Lajang Kesepian, Deodoran Aroma Gadis Remaja Ini Dirilis Perusahaan Kosmetik Jepang

Perbandingan lainnya, 15 persen pasien tanpa diagnosis gangguan kejiwaan, sebesar 15 persen meninggal dalam waktu dua minggu, sementara 32 persen lainnya meninggal dalam waktu empat minggu.

Karena itu seseorang yang telah memiliki gejala gangguan jiwa sebelumnya, akan berakibat buruk jika terinfeksi positif COVID-19.

"Memiliki diagnosis psikiatri sebelumnya dapat membuat Anda mendapatkan hasil yang lebih buruk jika Anda dirawat di rumah sakit karena COVID-19," kata penulis penelitian Dr. Luming Li, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com, dari UPI.com, Kamis, 1 Oktober 2020.

Baca Juga: Program Bantuan Kuota Dinilai Transparan, Kemendikbud: Kami Berkoordinasi dengan BPKP dan KPK

Karena itu Li menyarankan agar mereka yang memiliki diagnosis gangguannmental harus mencoba meminimalkan paparan dari pengidap COVID-19 lain.

Dalam penelitian tersebut, Li bersama rekannya menganalisis data pada 1.685 orang dewasa berusia 47 hingga 83 tahun yang dirawat di rumah sakit karena virus tersebut.

Di antara pasien, 28 persen diketahui memiliki diagnosis psikiatri sebelumnya, dan 19 persen akhirnya meninggal karena COVID-19.

Baca Juga: Sampaikan Prioritas Vaksin, Menkes Terawan: Selain Tenaga Medis, Pekerja 18-59 Tahun Jadi Prioritas

Berdasarkan data, pasien yang telah didiagnosis dengan gangguan kejiwaan cenderung lebih tua, wanita, kulit putih dan non-Hispanik, kata para peneliti.

Namun, kemungkinan lainnya juga turut mempengaruhi seperti penyakit bawaan para pasien berupa kanker ganas, penyakit serebrovaskular, gagal jantung, diabetes, penyakit pada ginjal, hati, hingga HIV.

Meskipun Li dan rekan peneliti lain tidak menilai risiko kematian akibat COVID-19 berdasarkan gangguan kesehatan mental tertentu, namun beberapa faktor depresi dan kecemasan memiliki mungkin memiliki kaitan dengan peningkatan peradangan di bagian otak tertentu.

Baca Juga: Kerja Sama Melalui LaporCovid-19, Pemerintah Inggris Beri Dana Rp987 Juta untuk Jawa Barat

Namun, meski masih dalam status berupa kemungkinan, peradangan sebagai dampak dari penyakit mental dan hubungannya dengan kematian akibat virus corona, diperlukan lebih banyak penelitian lebih lanjut untuk memastikannya.

Melalui hasil penelitian ini, setiap pasien dapat memberitahukan kepada petugas jika memiliki riwayat diagnosis psikiatri.

"Individu yang memiliki COVID-19 dan dirawat di rumah sakit harus memastikan untuk memberi tahu penyedia tentang riwayat diagnosis psikiatri sebelumnya dan menyebutkannya sebagai faktor risiko untuk hasil yang lebih parah." kata Li.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: UPI.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x