Gas air mata berkontribusi menghalangi pernapasan normal dan menimbulkan ketakutan akan mati lemas.
Gas air mata juga dapat berdampak buruk bagi mereka yang menderita asma dan penyakit paru obstruktif kronik.
Selain itu, gas tersebut juga dapat menyebabkan cedera parah dan terkadang kematian saat dikerahkan dalam jarak dekat dan dalam skala besar, seperti yang terjadi di Mesir pada awal 2011.
Di tengah pandemi dengan efek gas air mata bertambah dua kali lipat.
Baca Juga: Kritisi UU Cipta Kerja, Hotman Paris Minta Masyarakat Indonesia Selamatkan Diri dan Keuangan
Para pengunjuk rasa yang terkena gas air mata secara naluriah melepas masker yang direkomendasikan secara medis. Mereka harus melepas masker sebab batuk dan keperluan untuk menghirup udara bersih.
Hal ini membuat orang yang terkena gas air mata akan memuntahkan tetesan dahak dan lendir ke udara yang jelas berisiko menyebarkan virus corona.
Oleh karena itu, para ahli mengatakan bahwa taktik pengendalian massa ini harus dihindari sepenuhnya.***
Editor: M Bayu Pratama
Sumber: NCBI