Para Wanita Jangan Cemas Jika Ada Benjolan Tiba-tiba di Area Payudara, Dokter Beri Penjelasannya

- 11 Oktober 2020, 07:30 WIB
Ilustrasi tonjolan pada payudara.
Ilustrasi tonjolan pada payudara. /Pixabay

PR BEKASI - Ketika Anda melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) lalu menemukan adanya benjolan di salah satu bagian payudara, banyak yang mengira bahwa itu adalah pertanda kanker payudara.

Hal itu diperkuat dengan data menurut World Health Organization (WHO) menunjukkan kasus kanker yang paling banyak terjadi di Indonesia adalah kanker payudara, yakni 58,256 kasus atau 16.7% dari total 348,809 kasus kanker.

Sementara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, angka kanker payudara di Indonesia mencapai 42,1 orang per 100 ribu penduduk. Rata-rata kematian akibat kanker ini mencapai 17 orang per 100 ribu penduduk.

Baca Juga: Bosan dengan Panggilan Zoom, Sebuah Perusahaan di Los Angeles Tawarkan Mesin Hologram

Tapi tenang, Jangan cemas berlebih dahulu, karena belum pasti itu kanker. Dokter spesialis bedah onkologi di RSPUN dr. Cipto Mangunkusumo, Sonar Soni Panigoro memberikan penjelasan terkait hal tersebut.

"85 persen benjolan di payudara itu jinak, jadi jangan takut dulu. Jadi diperiksa saja dulu. Hanya 15 persen yang ternyata tumor ganas atau kanker," katanya, seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari  webinar Bulan Kesadaran Kanker Payudara pada Sabtu, 10 Oktober 2020.

Sonar mengatakan, salah satu cara untuk memastikan melalui biopsi yakni pengambilan jaringan dari benjolan dan di sinilah baru bisa dipastikan benjolan itu kanker atau bukan.

Dalam kesempatan berbeda, dokter spesialis obstetri dan ginekologi, Raditya Wratasangka, pernah mengatakan bahwa benjolan pada pria lebih mudah terasa ketimbang wanita karena jaringannya tidak terlalu tebal. 

Baca Juga: Persib Bandung Kembali Jalani Latihan, Robert Rene Alberts Terapkan Metode Latihan Berbeda

Dia menyarankan, kaum hawa bisa melakukan SADARI pada hari ke-7 hingga 10 menstruasi (dihitung dari hari pertama menstruasi) setiap bulan, sementara untuk pria bisa kapan saja.

Selain SADARI, dokter juga merekomendasikan pemeriksaan payudara klinis (SADANIS) setidaknya setiap 6 bulan, USG payudara setiap tahun hingga MRI payudara.

Benjolan yang ternyata bukan kanker biasanya disebabkan berbagai hal, salah satunya kista payudara. 

Laman Medical News Today mencatat, kondisi ini ditandai adanya kantung berisi cairan jinak atau non-kanker di payudara. Biasanya ada sesuatu yang terasa halus dan kenyal di bawah kulit.

Baca Juga: Masuki Fase 3, Ridwan Kamil: Jika Uji Darah Berhasil, Produksi dan Vaksinasi Massal Bisa Dilakukan

Beberapa kista ini mungkin tidak menimbulkan rasa sakit, sementara yang lain bisa cukup menyakitkan bagi penderitanya. 

Penyebab munculnya kista belum diketahui secara pasti tetapi bisa karena respons terhadap hormon yang berhubungan dengan menstruasi.

Penyebab lainnya benjolan adalah abses di payudara yang disebabkan bakteri. 

Penderita bisa saja mengalami sakit pada payudaranya, menemukan warna kulit di dekat payudara menjadi merah, dan merasakan payudaranya panas atau padat. Wanita yang sedang menyusui lebih mungkin mengalami abses payudara.

Baca Juga: Bagas Kaffa dan Supriadi Terima Tekel Keras Saat di Kroasia, Indra Sjafri Ungkap Kondisi Terkini

Selain abses, adenoma atau pertumbuhan abnormal dari jaringan kelenjar di payudara dan papiloma intraduktal yakni pertumbuhan seperti kutil yang berkembang di saluran payudara juga bisa menjadi penyebab.

Di sisi lain, jika hasil biopsi menyatakan benjolan ternyata kanker, dokter akan membantu menentukan pengobatan yang tepat. 

Sonar mengatakan, pengobatan utama yang umumnya diaplikasikan khusus untuk kanker payudara berupa pembedahan.

"Karena kanker payudara kanker padat utamanya adalah pembedahan, baru setelahnya terapi tambahan bisa dengan penyinaran atau yang sifatnya sistemik seperti kemoterapi, hormonal atau terapi target," ucapnya.

Baca Juga: Tak Banyak Komentari UU Ciptaker, Deddy Corbuzier: Kesalahannya Mungkin Bukan di Waktu yang Tepat

Sifat terapi pembedahan sendiri bisa bersifat kuratif dan paliatif. Pada terapi kuratif, tujuannya benar-benar untuk penyembuhan jika kanker bisa terdeteksi dini misalnya stadium satu.

Bila kanker sudah memasuki stadium lanjut yang ditandai misalnya adanya pendarahan hebat di payudara atau penyebaran kanker ke organ lain, maka terapi yang paliatif akan diberikan. Tujuannya, untuk memperbaiki kualitas hidup pasien.***

Editor: M Bayu Pratama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah