Gagal di Pilpres AS, Donald Trump Manfaatkan Sisa Kepengurusan untuk Ubah Sistem Pemilu Legislatif

30 November 2020, 09:09 WIB
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mencoba mengubah sistem pemilu legislatif. /NY Times /NY Times

PR BEKASI - Inkumben Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump saat ini masih mencoba memanfaatkan masa akhir kepemimpinannya untuk mengubah sistem pemilu legistatif, setelah kegagalannya di pemilihan Presiden (Pilpres) AS kemarin.

Sebelumnya, Presiden petahana AS Donald Trump bersaing dengan Joe Biden di Pilpres AS tahun ini.

Namun, perolehan suara Joe Biden melampaui Donald Trump. Hasil ini hingga memunculkan polemik karena pihak Trump menganggap ada kecurangan.

Baca Juga: Gunung Semeru Muntahkan Lava Pijar, Pendakian Resmi Ditutup Mulai Hari Ini 30 November 2020

Hingga saat ini perdebatan antara pihak Trump dan Biden masih sering terjadi di media sosial. Akan tetapi, pihak KPU AS membantah telah terjadi praktek kecurangan. 

Terkait sistem pemilihan legislatif, Mahkamah Agung AS dikabarkan akan menguji permohonan Donald Trump soal pengecualian imigran gelap dari sensus nasional.

Jika permohonan itu diterima, maka jumlah imigran gelap tidak akan dihitung dalam proses alokasi kursi di Parlemen AS.

Sementara, Lembaga Perlindungan Imigran di AS mengecam keputusan Mahkamah Agung. Menurut mereka, langkah tersebut akan membuat negara-negara bagian dengan jumlah imigran besar kehilangan kekuatan politiknya.

Baca Juga: Bima Arya Intervensi Sikap RS UMMI Terhadap Habib Rizieq, Fadli Zon: Dia Lagi Cari Peluang Politik

Hal itu juga dinilai berpotensi menggerus jumlah kursi Demokrat di Parlemen dan tentunya menguntungkan Trump beserta Republikan.

"Itu yang selalu kami pikirkan," kata Dale Ho, pengacara dari American Civil Liberties Union, kemarin, dikutip oleh Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Reuters pada Senin, 30 November 2020.

Di Amerika, kurang lebih ada 11 juta imigran yang menetap secara ilegal. Dalam prakteknya, Pemerintah AS selalu memperhitungkan mereka dalam sensus. Alhasil, dalam penghitungan alokasi kursi, keberadaan mereka ikut berperan.

Beberapa negara bagian yang memiliki banyak imigran gelap adalah New Jersey, Texas, dan California. Beberapa di antaranya dimenangkan suaranya oleh Demokrat.

Baca Juga: Habib Rizieq Pilih Rahasiakan Hasil Tes Swab-nya, DPR: Sayang, Padahal Demi Orang Sekitar

Hal itu tak ayal membuat sejumlah pihak was was kursi untuk Demokrat akan tergerus dan kursi Republikan bertambah. 

Dale Ho mengaku optimistis Mahkamah Agung pada ujungnya akan menolak permohonan Donald Trump.

Meskipun konservatif mendominasi di Mahkamah Agung, kata Dale Ho, konstitusi mengatur bahwa alokasi kursi di Parlemen mengacu pada "seluruh penduduk di setiap negara bagian" tanpa kecuali.

"Ini sebenarnya kasus yang lumayan mudah," ujarnya.

Tim kuasa hukum Donald Trump, secara terpisah, menyatakan bahwa kliennya memiliki hak untuk mempertanyakan hukum yang berlaku. Mereka juga menuding protes dari penentang Trump tidak memiliki kekuatan hukum.

Baca Juga: Juri Tetapkan Imbang Meski Mike Tyson 'Habisi' Roy Jones, Penggemar: Kemenangannya Dicuri

"Administrasi Donald Trump memiliki diskresi untuk menentukan data yang akan dipakai dalam proses sensus," kata perwakilan Donald Trump, Jeff Wall.

Kemudian, Mahkamah Agung menargetkan keputusan soal permohonan Donald Trump akan siap sebelum akhir tahun. Jika permohonan itu diterima, maka akan menyulitkan Joe Biden untuk meresponsnya dalam waktu singkat.

Sebagai catatan, Donald Trump sejak awal mengupayakan kebijakan anti-imigran. Tahun lalu, ia mengajukan permohonan pengubahan pertanyaan sensus.

Ia juga ingin kewarganegaraan ikut disebutkan untuk menakut-nakuti imigran gelap. Namun, Mahkamah Agung menolak permohonan itu.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler