Langgar Lockdown, Pria Ini Meninggal Setelah Mendapat Hukuman 300 Kali Squat Jump

13 April 2021, 13:32 WIB
Suasana lockdown di Manila, Filipina - seorang pria muda Filipina meninggal setelah mendapat hukuman 300 kali squat jump oleh polisi akibat melanggar kebijakan lockdown Covid-19. /REUTERS

PR BEKASI - Seorang pria muda asal Filipina telah meninggal setelah dipaksa oleh polisi untuk melakukan 300 kali squat jump sebagai hukuman melanggar lockdown.

Hal itu diungkapkan oleh teman dan keluarganya. pria bernama Darren Manaog Peñaredondo (28) tersebut diketahui mendapat hukuman squat jump setelah melanggar kebijakan pengamanan wilayah (lockdown) Covid-19.

Setelah melakukan squat jump, dirinya kemudian menderita kejang di rumah dan meninggal di rumah sakit sehari setelah dihukum polisi pada Kamis, 7 April 2021 malam lalu.

Baca Juga: Sindir SBY, Uki: Sediktatornya Pak Suharto, Dia Gak Pernah Daftarin Lambang Golkar atas Nama Pribadi

Sertifikat kematiannya menunjukkan penyebab kematiannya adalah stroke dan hipertensi kardiovaskular.

Peñaredondo dilaporkan telah tertangkap meninggalkan kediamannya di kota General Trias setelah jam 6 sore untuk membeli air minum.

Reichelyn Balce, pacarnya, mengatakan bahwa dia dan pelanggar jam malam lainnya kemudian digiring oleh polisi ke alun-alun kota dan dipaksa melakukan 100 latihan seperti jongkok sambil memegang telinga mereka.

Baca Juga: Ikatan Cinta Tayang Lebih Malam Selama Ramadhan: Aldebaran dan Andin Sepakat Robek Surat Perjanjian Nikah

“Kelompok tersebut tidak dapat tampil selaras, jadi mereka diperintahkan untuk terus mengulangi latihan dan akhirnya menyelesaikan sekitar 300 squat jump,” katanya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Telegraph.

Peñaredondo dilaporkan pingsan karena kelelahan dan harus ditolong ke rumah, di mana dia mengeluh sakit terus menerus dan ketidaknyamanan sebelum latihannya sampai mengalami kejang.

“Hari itu dia telah merangkak di lantai hanya untuk bangun. Tapi saya tidak menganggapnya serius karena dia mengatakan lutut dan pahanya sakit, seperti halnya tubuhnya,” kata Balce.

Baca Juga: Proyek Bukit Algoritma Senilai Rp18 T, Fahri Hamzah: Enggak Ngajak-ngajak Om Budiman

Kapolres General Trias, Letkol Marlo Solero telah membantah tuduhan terkait polisi menggunakan latihan fisik secara kasar sebagai bentuk hukuman bagi pelanggar jam malam.

“Mereka hanya kami kumpulkan untuk mendengarkan ceramah tentang peraturan keselamatan Covid-19, dan bahwa mereka juga menghadapi layanan masyarakat.

Brigadir Jenderal Ildebrandi Usana, juru bicara Kepolisian Nasional Filipina (PNP), mendukung perkataan Marlo Solero terkait hal tersebut.

Baca Juga: Merasa 'Dijebak' Setelah Dinikahi Aldi Taher, Salsabilih: Mau Bilang Nyesel Juga Udah Gak Bisa

Namun, dirinya juga akan mendengarkan aspirasi masyarakat jika ditemukan tindak pelanggaran yang dilakukan oleh polisi.

“Jika ada saksi yang menentang, PNP Cavite akan berada di sana untuk mendengar pihak mereka untuk melakukan penyelidikan. Kebenaran harus diungkapkan,” katanya.

Dr Raquel Fortun, ahli patologi forensik, mengatakan bahwa sementara Peñaredondo meninggal karena penyebab alami, latihan fisik juga bisa menjadi faktor penyebabnya.

Baca Juga: Acara Partai Dapat Lampu Hijau Jokowi Digelar di Istana, Arief Munandar: Kita Tak Punya Standar Etika

Wali Kota General Santis, Ony Ferrer juga menyerukan keadilan dan penyelidikan polisi yang adil atas kematian Peñaredondo.

Peñaredondo tinggal di provinsi Cavite, di pulau Luzon, yang merupakan salah satu daerah yang menerapkan lockdown ketat pada sekitar 25 juta orang ketika Filipina bergulat dengan lonjakan mengkhawatirkan dalam kasus Covid-19.

Kejadian tersebut telah mendorong sistem kesehatan Filipina ke ambang kehancuran yang lebih dalam.

Baca Juga: Suryo Prabowo: 60 Tahun yang Lalu Yuri Gagarin Telah Terbang ke Ruang Angkasa, Kita?

Kebijakan lockdown termasuk jam malam yang ketat diperintahkan oleh Presiden Rodrigo Duterte untuk membantu menahan lonjakan kasus yang telah dipicu oleh varian Covid-19 baru.

Asosiasi Rumah Sakit Filipina pada Senin, 4 April 2021 mengatakan sistem kesehatan menghadapi ancaman kehancuran.

Hal tersebut dikarenakan kasus harian baru secara konsisten melonjak di atas 9.000, memberikan tekanan besar pada ventilator dan persediaan obat-obatan.

Baca Juga: Kabar Gembira! Mudik Lebaran Diperbolehkan di Waktu Ini, Catat Tanggal dan Syarat yang Harus Dibawa

Filipina telah menjadi salah satu negara yang terkena dampak terburuk di Asia Tenggara, dengan lebih dari 812.000 infeksi dan hampir 14.000 kematian, meskipun penguncian berulang kali dilakukan sejak Maret lalu.

Ketika ketegangan meningkat karena kekhawatiran kesehatan dan dampak ekonomi akut dari pandemi, polisi telah menghadapi berbagai tuduhan menyalahgunakan aturan pemerintah Covid-19.

Termasuk laporan oleh pengamat HAM yang menuduh para tahanan dikurung di kandang anjing dan dipaksa untuk duduk di bawah sinar matahari tengah hari.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Telegraph

Tags

Terkini

Terpopuler