China dan Rusia Patroli Gabungan di Samudra Pasifik, Ancaman Perang Dunia 3 Semakin Nyata

24 Oktober 2021, 14:49 WIB
China dan Rusia melaksanakan patrol angakatan laut gabungan di tengah ancaman pecahnya Perang Dunia 3. /Xinhua

 

PR BEKASI – Presiden Rusia, Vladimir Putin dan Presiden China, Xi Jinping telah mengerahkan patroli angkatan laut gabungan di Samudra Pasifik untuk pertama kalinya.

Misi patroli angkatan laut gabungan tersebut dilakukan di tengah ancaman pecahnya Perang Dunia 3 yang semakin nyata saat hubungan dua negara tersebut dengan negara Barat memanas.

Diketahui, China yang dipimpin oleh Xi Jinping diketahui telah bentrok dalam beberapa bulan terakhir dengan Taiwan yang bersekutu dengan Amerika Serikat (AS).

Sementara itu, Rusia yang dipimpin oleh Vladimir Putin bereaksi dengan marah terhadap langkah Ukraina untuk bergabung dengan aliansi NATO.

Baca Juga: 5 Konflik Ini Diprediksi Jadi Pemicu Pecahnya Perang Dunia 3 pada 2021, Taliban Salah Satunya

Jepang telah menyaksikan manuver angkatan laut baru-baru ini oleh Rusia dan China dengan waspada.

Patroli Angkatan laut gabungan China-Rusia terdiri dari kapal perusak, fregat, kapal pelacak rudal, dan kapal logistik.

Awal pekan ini pejabat Jepang melaporkan sepuluh armada kapal perang dari China dan Rusia telah berlayar melalui Selat Tsugaru dan ke Samudra Pasifik di tengah ancaman pecahnya Perang Dunia 3.

Kementerian pertahanan Rusia mengatakan dalam pernyataan itu kelompok kapal parole bersama melewati Selat Tsugaru untuk pertama kalinya sebagai bagian dari patrol bersama.

Baca Juga: Intelijen Inggris: China Siap Mulai Perang Dunia 3 dengan Taiwan dan AS

"Tugas patroli itu adalah menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia-Pasifik dan menjaga subyek kegiatan ekonomi maritim kedua negara," katanya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Express, Minggu, 24 Oktober 2021.

Itu terjadi ketika pemerintah Vladimir Putin menggambarkan masuknya Ukraina ke dalam NATO sebagai skenario terburuk ketika pertikaian sengit pecah atas upaya Ukraina untuk bergabung dengan blok militer Barat yang kuat.

Rusia telah terlibat dalam konflik ringan di Donbas, Ukraina timur yang telah merenggut lebih dari 14.000 nyawa.

Istana Kepresidenan Rusia mengatakan bahwa Ukraina bergabung dengan pakta NATO akan menjadi garis merah untuk kepentingan nasional Rusia.

Baca Juga: AS, Inggris dan Australia Bentuk Aliansi Bikin Kapal Selam Nuklir Lawan China, Perang Dunia 3 Makin Dekat?

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengatakan bahwa aksesi Ukraina ke NATO akan menjadi skenario terburuk.

"Ini adalah skenario yang dapat memaksa Rusia untuk mengambil tindakan aktif untuk memastikan keamanannya sendiri,” katanya.

"Kami lebih suka Anda orang Eropa menjadi lebih terinformasi. Karena, sebelum pasukan Rusia dipindahkan ke wilayah itu, ada latihan besar NATO yang diadakan di dekat perbatasan Rusia,” tambahnya.

Menurutnya, semua orang berbicara tentang konsentrasi pasukan Rusia sepanjang waktu, tetapi tidak ada yang berbicara tentang konsentrasi pasukan NATO.

"Tidak jelas apakah orang Amerika akan tinggal di Eropa dan terus membela orang Eropa melawan 'orang Rusia yang mengerikan' itu," katanya.

Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg menekankan bahwa Rusia tidak memiliki pengaruh atas keputusan apakah Ukraina dapat menjadi anggota NATO.***

Editor: Rinrin Rindawati

Sumber: Express

Tags

Terkini

Terpopuler