Setelah Hampir 15 Tahun Lamanya, Hamas dan Fatah Sepakat Akan Adakan Pemilu Kembali

25 September 2020, 17:24 WIB
Warga Palestina merayakan kesepakatan Hamas dan Fatah yang akan menyelenggarakan pemilu di Palestina setelah 15 tahun lamanya.* /Anadolu/ /

 

PR BEKASI – Dua partai politik terbesar Palestina, Fatah dan Hamas, telah sepakat untuk mengadakan pemilu pertama di Palestina setelah hampir 15 tahun lamanya.

Pemungutan suara akan dijadwalkan dalam enam bulan di bawah kesepakatan yang disepakati oleh Fatah, pemimpin Otoritas Palestina Mahmoud Abbas dan kepala politik Hamas Ismail Haniya.

"Kami telah sepakat untuk terlebih dahulu mengadakan pemilihan legislatif, kemudian pemilihan presiden Otoritas Palestina, dan terakhir dewan pusat Organisasi Pembebasan Palestina," kata Jibril Rajoub, seorang pejabat senior Fatah seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Aljazeera, Kamis, 24 September 2020.

Baca Juga: Berhasil Deteksi Ranjau dan Bahan Peledak Mematikan, Tikus Ini Diberi Penghargaan

Pemilihan parlemen Palestina terakhir diadakan pada tahun 2006, di mana Hamas menang telak secara tak terduga.

Saleh al-Arouri, seorang pejabat tinggi Hamas mengatakan, kesepakatan itu dicapai selama pertemuan yang diadakan di Turki.

"Kali ini kami mencapai konsensus yang nyata. Perpecahan telah merusak tujuan nasional kami dan kami sedang bekerja untuk mengakhirinya. " katanya di Istanbul.

Baca Juga: Kemungkinan Jadi Kesempatan Terakhir, Pendaftaran Prakerja Gelombang 10 Segera Dibuka

Azzam al-Ahmad, seorang anggota Komite Sentral Fatah, menekankan posisi yang dinyatakan oleh kepemimpinan Palestina bahwa baik Yerusalem maupun Jalur Gaza yang terkepung oleh Israel tidak boleh dikecualikan dari pemilihan.

"Tanpa Yerusalem, tidak akan ada pemilihan umum," katanya menambahkan.

Sebelumnya, pada Kamis, seorang pejabat tinggi Fatah menyebut pembicaraan yang berkelanjutan di Turki dengan Hamas berbuah positif, dan produktif".

Baca Juga: Dibuka Menguat, IHSG Hari Ini Ditutup Naik 2.13 Persen Terangkat Perkembangan Vaksin Covid-19

"Dialog itu merupakan langkah penting menuju rekonsiliasi dan kemitraan, dan menyatukan sikap Palestina dalam terang konsensus untuk menolak semua proyek likuidasi yang melawan perjuangan Palestina," tulis Hussein al-Sheikh, anggota Komite Sentral Fatah di Twitter.

Perdana Menteri Otoritas Palestina, Mohammad Shtayyeh menyambut baik kesepakatan antara kedua partai politik tersebut.

"Kami menyambut baik suasana positif yang telah membayangi dialog nasional yang telah berlangsung di Istanbul selama dua hari antara Fatah dan Hamas yang telah sepakat untuk mengadakan pemilihan umum,” kata Shtayyeh.

Baca Juga: Ingin Bikin Permukiman di Ruang Angkasa, NASA akan Daratkan Astronut Wanita ke Bulan pada 2024

Dia menambahkan bahwa Otoritas Palestina siap menyediakan semua persyaratan untuk keberhasilan pemilu ini sebagai pintu gerbang untuk demokrasi yang baru.

“Ini adalah gerbang awal untuk memperbarui kehidupan demokrasi, dan untuk memperkuat persatuan nasional dalam menghadapi bahaya yang serius dan eksistensial yang mengancam perjuangan Palestina untuk pertama kalinya di sejarahnya,” katanya.

Rapat sekretaris jenderal fraksi-fraksi akan segera digelar untuk mengumumkan rincian kesepakatan hari Kamis sekaligus membahas mekanisme kerja hingga pemilu digelar.

Baca Juga: Tak Hanya Perempuan, Ilmuwan Sebut Laki-laki Juga Bisa 'Datang Bulan', Kenali Ciri-cirinya

Setelah pemungutan suara tahun 2006, Hamas dan Fatah sempat membentuk pemerintah gabungan, akan tetapi pemerintahan tersebut hanya seumur jagung dikarenakan bentrokan berdarah meletus di Jalur Gaza antara kedua partai pada tahun berikutnya.

Hamas sejak itu memerintah Gaza, sementara Fatah menjalankan Otoritas Palestina, yang berbasis di kota Ramallah, Tepi Barat yang diduduki.

Berbagai upaya rekonsiliasi, termasuk perjanjian pertukaran tahanan pada tahun 2012 dan pemerintah gabungan yang berumur pendek dua tahun kemudian, telah gagal mempersatukan kedua partai tersebut.

Baca Juga: Giginya Hilang di Pantai, Bocah Ini Dapat Surat Langsung dari 'Peri Gigi' dan Diberi Hadiah Gigi Hiu

Pembicaraan di Turki terjadi setelah Abbas meminta Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan untuk mendukung upaya rekonsiliasi Palestina dengan tujuan menuju pemilihan umum.

Mereka juga datang dalam konteks upaya untuk menyatukan seluruh elemen di Palestina sehubungan dengan apa yang disebut sebagai rencana Timur Tengah Amerika Serikat (AS) dan percepatan normalisasi antara dua negara Arab, Uni Emirat Arab dan Bahrain dengan Israel.

Kesepakatan telah melanggar konsensus Arab selama puluhan tahun yang berbunyi tidak boleh menormalisasi hubungan dengan Israel sampai negara Zionis tersebut menandatangani kesepakatan damai yang komprehensif dengan Palestina.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Aljazeera

Tags

Terkini

Terpopuler