Amerika Minta Izin Isi Bahan Bakar di Indonesia untuk Mata-matai Tiongkok, Retno Marsudi Buka Suara

22 Oktober 2020, 18:36 WIB
Pesawat boeing P-8 Poseidon milik militer Angkatan Laut Amerika Serikat. /UK Defence Journal

PR BEKASI – Amerika Serikat (AS) saat ini tengah bersitegang dengan rival ekonomi terbesarnya, yaitu Tiongkok.

Mulai dari persaingan dagang sampai dengan sengketa yang terjadi di Laut China Selatan, menjadi faktor yang menyebabkan kedua negara saat ini tidak memiliki hubungan baik.

Dalam hal ini, AS gencar melakukan pendekatan ke negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia untuk memperkuat hubungan pertahanannya.

“Kami tidak ingin terjebak oleh persaingan ini. Indonesia ingin menunjukkan bahwa kami siap menjadi partner Anda,” ucap Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Reuters pada 22 Oktober 2020.

Baca Juga: Tepis Konspirasi Covid-19, Imam Besar: Penyakit Memang dari Allah, tapi Kita Diminta untuk Mengobati 

Retno Marsudi menyatakan bahwa Indonesia tidak ingin memihak dalam konflik dan khawatir dengan meningkatnya ketegangan antara kedua negara adidaya tersebut dan oleh militerisasi Laut China Selatan.

Indonesia menolak permintaan AS untuk mengizinkan pesawat maritime P-8 Poseidon mendarat dan mengisi bahan bakar di Indonesia.

Upaya yang dilakukan AS maupun Tiongkok untuk mendapat pengaruh di Asia Tenggara membuat Indonesia terkejut karena Indonesia memiliki kebijakan luar negeri netral (non blok) yang sudah lama ada. Negeri ini tidak pernah mengizinkan militer asing beroperasi di wilayah teritorial Indonesia.

P-8 memainkan peran sentral dalam mengawasi aktivitas militer Tiongkok di Laut China Selatan yang sebagian besar diklaim oleh Tiongkok sebagai wilayah kedaulatannya.

Baca Juga: Masih Temukan Pelajar dalam Demo UU Cipta Kerja, KPAI Ungkap Motif Mereka 

Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Brunei melakukan klaim tandingan atas perairan yang kaya akan sumber daya alam itu yang mana merupakan wilayah yang dilalui perdagangan senilai 3 triliun dolar setiap tahunnya.

Indonesia juga bukan penuntut resmi wilayah tersebut, namun menganggap sebagian wilayah Laut China Selatan juga sebagai milik Indonesia.

Terlepas dari kedekatan strategis antara AS dengan negara-negara Asia Tenggara dalam upaya mengekang ambisi Tiongkok, membuat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya merasa ketakutan.

“Kebijakan anti-China yang sangat agresif dari AS telah membuat Indonesia dan kawasan itu ketakutan. Itu terlihat tidak pada tempatnya. Kami tidak ingin tertipu menjadi kampanye anti-China,” ucap Dino Patti Djalal, mantan Dubes RI untuk AS.

Baca Juga: Masih Temukan Pelajar dalam Demo UU Cipta Kerja, KPAI Ungkap Motif Mereka 

“Tentu saja kami mempertahankan kemerdekaan kami, tetapi ada keterlibatan ekonomi yang lebih dalam dan China (Tiongkok) sekarang adalah negara paling berpengaruh di dunia bagi Indonesia,” tambahnya.

Greg Poling, seorang analis militer Asia Tenggara dari Pusat Kajian Strategis dan Internasional yang berbasis di Washington DC menilai bahwa hal ini adalah satu hal ceroboh yang dilakukan AS.

“Itu adalah indikasi betapa sedikit orang di Pemerintah AS yang memahami Indonesia. Ada batasan yang jelas untuk apa yang dapat dilakukan,” ucap Greg Poling.

Baru-baru ini AS memang menggunakan pangkalan militer di Singapura, Filipina, dan Malaysia untuk mengoperasikan penerbangan P-8 di atas Laut China Selatan.

Baca Juga: Masih Tunjukkan Peningkatan Minat, Direktur BEI Bagikan Kiat Aman Berinvestasi di Pasar Modal 

Tiongkok tahun ini telah meningkatkan latihan militer, sementara AS meningkatkan tempo operasi navigasi, penyebaran kapal selam, dan penerbangan pengawasan.

Selama kurang lebih selama enam tahun, P-8 telah memetakan pulau, permukaan, dan alam bawah laut di Laut China Selatan dengan radar canggih, kamera definisi tinggi, dan sensor akustik.

Pesawat P-8 dapat mendeteksi dan menyerang kapal, termasuk kapal selam dari jarak jauh dan memiliki sistem komunikasi yang memungkinkan untuk mengendalikan pesawat tanpa awak kapal.

AS pernah menuduh bahwa jet tempur Tiongkok datang dalam jarak tempur 20 kaki pada 2014, namun Tiongkok menanggapi pernyataan itu dengan mengatakan bahwa tuduhan AS itu tidak berdasar.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler