Dinilai Bangkitkan Kebencian terhadap Islam, Organisasi Muslim Eropa Desak Macron Tarik Ucapannya

2 November 2020, 07:58 WIB

 

PR BEKASI - Lebih dari 20 organisasi Muslim Eropa telah meminta Presiden Prancis, Emmanuel Macron untuk menarik perkataannya yang memecah belah mengenai kebebasan berbicara seiring dengan berlanjutnya krisis antara Prancis dan dunia Muslim.

Dalam surat terbuka yang diterbitkan pada Sabtu, 31 Oktober 2020 organisasi dari beberapa negara tersebut mengatakan pemimpin Prancis telah gagal memberikan kepemimpinan moral yang kuat menyusul pembunuhan seorang guru dan tiga jemaah di sebuah gereja bulan lalu.

Menurut para imigran Muslim di Prancis, sikap Emmanuel Macron tersebut telah menodai Islam, khususnya warga muslim di Prancis serta melanggar hak asasi manusia.

Baca Juga: Topan Goni, Badai Terkuat di Dunia yang Tewaskan 10 Orang dan Ratusan Rumah Terkubur Bebatuan

“Pernyataan Macron tersebut merupakan kesempatan untuk membangkitkan kebencian kepada Islam lebih lanjut, telah memberikan dorongan lebih lanjut kepada para kelompok rasis dan ekstremis brutal,” kata para imigran, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Al Jazeera. 

Para pendatang tersebut juga mendesak Emmanuel Macron untuk memikirkan kembali apa yang mereka sebut "serangan sepihak terhadap Muslim, Islam dan Nabi Muhammad."

"Kami harap Presiden Prancis mempunyai dasar moral yang tinggi untuk menolak kebencian, marginalisasi, retorika yang memecah belah, serta menggunakan kepemimpinan Anda untuk menyatukan masyarakat," katanya.

Baca Juga: Hari Ini Kelompok Buruh Gelar Aksi Demonstrasi, Tuntut Kenaikan Upah dan Tolak Omnibus Law

Emmanuel Macron dalam beberapa pekan terakhir menuai kecaman luas dari umat Muslim setelah membela hak atas karikatur Nabi Muhammad SAW setelah majalah Charlie Hebdo menerbitkan ulang karikatur yang menampilkan nabi pada bulan September.

Nabi Muhammad SAW sangat dihormati oleh umat Islam dan segala jenis penggambaran visual dilarang dalam Islam.

Presiden Prancis mengulangi pendiriannya tentang Karikatur tersebut setelah Samuel Paty, seorang guru sejarah yang menunjukkan karikatur kepada murid-muridnya di kelas selama diskusi tentang kebebasan berbicara, dipenggal oleh penyerang pada 16 Oktober 2020 lalu.

Baca Juga: Jateng dan DIY Tetap Menaikkan UMP 2021, Menaker Tak Mempermasalahkan

Emmanuel Macron juga menghadapi reaksi keras dari para aktivis Muslim setelah mengklaim dalam pidatonya sebulan yang lalu bahwa Islam "sedang dalam krisis dan mengumumkan rencananya "untuk mereformasi Islam" agar lebih sesuai dengan nilai-nilai negaranya.

Sementara Muslim di Prancis mengutuk pembunuhan guru tersebut, mereka juga mengungkapkan kekhawatiran akan hukuman kolektif di tengah tindakan keras pemerintah yang menargetkan organisasi Islam dan serangan oleh kelompok main hakim sendiri di masjid.

Dalam surat mereka, para imigran mengecam tindakan keras pemerintah Prancis, termasuk penutupan masjid dan badan amal yang dituduh memicu kebencian.

Baca Juga: Akibat Long Weekend, Konsumsi BBM Alami Kenaikan Sebesar 300 Persen di Tol Trans Jawa

“Perilaku oportunistik ini merongrong prinsip-prinsip negara hukum dengan menutup perkumpulan berdasarkan motivasi politik dan tanpa prosedur hukum yang baik,” kata mereka.

Dalam beberapa hari terakhir, puluhan ribu orang di beberapa negara mayoritas Muslim telah melakukan protes anti-Prancis, dengan banyak pejabat dan demonstran mengeluarkan seruan untuk memboikot produk-produk buatan Prancis.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Aljazeera

Tags

Terkini

Terpopuler