Laporkan Adanya Kematian 600 Warga, Komnas HAM Ethiopia Curigai Pemerintah dan Polisi

- 25 November 2020, 21:27 WIB
Ilustrasi pengamanan konflik Tigray, Ethiopia.
Ilustrasi pengamanan konflik Tigray, Ethiopia. /Al Jazeera

PR BEKASI -  Komisi Hak Asasi Manusia Ethiopia (EHRC) melaporkan bahwa setidaknya ada 600 warga sipil yang tewas. Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam penyelidikannya.

Diketahui bahwa ratusan warga sipil yang tewas itu akibat perang saudara yang berlangsung sejak awal bulan ini di Kota Mai Kadra, wilayah Tigray.

Namun, angka kematian diduga lebih tinggi dari angka tersebut

Baca Juga: Keroyok Pemuda Asal Sulteng di Jakarta hingga Tewas, 11 Oknum TNI Ini Divonis Bersalah

Selain itu, EHRC menjelaskan temuan ini diperoleh dari penelusuran tim khusus yang bertemu dengan para saksi penyintas dan pihak lainnya.

Menurutnya EHRC, sejumlah orang dari kelompok etnis yang berbeda terbunuh di Mai Kadra, Tigray, tetapi pelaku secara khusus menargetkan etnis Amhara dan Wolkaits.

“Milisi lokal dan aparat keamanan polisi bergabung dengan anggota kelompok Samri untuk melakukan penggerebekan dari pintu ke pintu dan membunuh ratusan orang yang mereka identifikasi sebagai etnis 'asal Amhara dan Wolkait', dengan memukuli mereka dengan tongkat, menikam mereka dengan pisau, parang dan kapak serta mencekiknya dengan tali," kata pihak EHRC dalam laporannya, dikutip oleh Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Al Jazeera pada Rabu, 25 November 2020.

Baca Juga: Alasan Situasional, Polisi Masukkan Millen Cyrus ke Sel Khusus

Sementara, tim independen mengatakan telah menemukan bahwa pembunuhan tersebut dilakukan oleh kelompok pemuda setempat bernama Samri, dengan dukungan dari warga sipil Tigrayan lainnya, polisi dan milisi.

Diketahui, perang saudara di Ethiopia pecah sejak 4 November 2020 lalu, ketika Perdana Menteri Abiy Ahmed melancarkan serangan terhadap pemerintah daerah Tigray.

Hal ini didorong dugaan serangan yang dilakukan oleh pasukan keamanan Tigray terhadap pos-pos militer pemerintah pusat di wilayah utara.

Sejak saat itu, informasi sulit diperoleh dan diverifikasi karena ada pemutusan komunikasi dan akses ke Tigray yang dikontrol dengan ketat.

Baca Juga: Sebarkan Hoaks Covid-19, Bareskrim Polri Tetapkan 104 Tersangka

Kedua belah pihak dituduh melakukan kekejaman terhadap warga sipil, dengan ribuan orang diyakini telah terbunuh dan puluhan ribu lainnya mengungsi hingga saat ini.

Sementara itu, Penguasa Tigray dari Front Pembebasan  Rakyat Tigrayan (TPLF), sebelumnya menolak tanggung jawab atas kasus pembantaian di Mai Kadra.

Beberapa dari 40 ribu orang yang mengungsi ke Sudan menuduh pemerintah ingin memusnahkan orang-orang Tigray.

“Pemerintah ingin mengusir orang Tigray, jadi kami lari. Orang-orang hidup dalam konflik di sana," kata Gowru Awara, seorang pengungsi Ethiopia di Sudan.

Baca Juga: Film 'Sobat Ambyar' yang Diproduseri Mendiang Didi Kempot Akan Segera Tayang di Awal 2021

Namun, pemerintah menyangkal telah menargetkan warga sipil dalam kampanyenya melawan TPLF dan menolak tuduhan diskriminasi terhadap etnis Tigray.

"Sebuah kebohongan total," katanya berdasarkan pernyataan pemerintah setempat.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x