Direktur Intelejen AS Sebut Tiongkok Ancaman Demokrasi Kemerdekaan Terbesar Sejak Perang Dunia II

- 4 Desember 2020, 15:00 WIB
Ilustrasi Amerika Serikat dan Tiongkok.
Ilustrasi Amerika Serikat dan Tiongkok. /Pixabay

Diketahui, dari total anggaran federal sebesar 85 miliar dolar Amerika, atau lebih dari Rp1.2 triliun sebagian difokuskan untuk intelijen perihal Tiongkok.

Kemudian, Ratcliffe menjelaskan bahwa penyesuaian itu perlu dilakukan. Karena, Tiongkok dinilai semakin agresif dalam melakukan operasi intelijennya.

Menurutnya, adapun pendekatan intelijen yang dipakai Tiongkok bisa dijelaskan dalam tiga kata yaitu Curi, Replikasi, dan Gantikan.

Baca Juga: Lemparan Batu Anak-anak Palestina Dibalas dengan Peluru Tajam, PBB Akan Selidiki Militer Israel

Maksud dari ketiga hal tersebut adalah intelijen Tiongkok menekankan pada pencurian data-data penting serta properti intelektual. 

Hal-hal tersebut, lanjutnya, nantinya akan menjadi modal untuk membuat tiruannya di Tiongkok dan merebut porsi Amerika di pasar global.

Sementara, Juru bicara Keduataan Besar Tiongkok di AS membantah pernyataan Ratcliffe tersebut. Mereka menganggap bahwa pernyataan Ratcliffe sebagai kebohongan dan bukti bahwa AS masih terjebak dalam pola pikir Perang Dingin.

Baca Juga: Sejumlah Masalah Masih Menganga di Papua, DPR Usulkan Jokowi Bentuk Kementerian Khusus Papua

Diketahui bahwa di Tiongkok, media yang dimiliki pemerintah menyatakan bahwa hubungan antara AS dan Tiongkok berpotensi rusak secara permanen.

Hal itu disebabkan kebijakan-kebijakan inkumben Presiden AS Donald Trump selama ini, mulai dari konflik terbuka, sanksi, hingga ikut campur dalam urusan internal Tiongkok.

Halaman:

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x