Hubungannya Seringkali Tidak Baik, Turki Ingin 'Rujuk' dengan AS di Bawah Pimpinan Joe Biden

- 1 Januari 2021, 13:12 WIB
Presisden Turki, Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Presisden Turki, Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. /The New York Times

PR BEKASI - Turki berharap dapat menjalin hubungan yang sehat dengan Amerika Serikat (AS) menjelang pergantian Presiden AS di bulan Januari ini.

Sebelumnya, hubungan antara Turki dengan AS seringkali terdengar tidak baik. Sehingga, pemerintah Turki berharap di bawah pimpinan Presiden terpilih AS Joe Biden, Turki dapat menjalin kerja sama yang lebih baik.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan bahwa negaranya dan AS telah memulai dialog untuk membentuk kelompok kerja bersama guna membahas sanksi AS atas pembelian sistem pertahanan udara Rusia S-400.

Baca Juga: Anies Baswedan Pertimbangkan Tarik Rem Darurat, Golkar: Jangan Tiba-tiba Ditarik, Lakukan Evaluasi

"Turki menginginkan hubungan yang lebih sehat dengan AS di bawah pemerintahan Presiden terpilih Joe Biden," kata Cavusoglu dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Aljazeera pada Jumat, 1 Januari 2021.

Hubungan antara kedua sekutu NATO ini memburuk ketika April 2017 lalu, Turki menandatangani kontrak dengan Rusia untuk memperoleh sistem pertahanan udara canggih.

Dikabarkan, hal ini Turki lakukan usai upayanya untuk membeli sistem pertahanan udara dari AS berujung dengan sia-sia.

Sementara, pejabat AS mengkritik kesepakatan itu dan mengklaim tidak akan sesuai dengan sistem NATO. Sistem pertahanan S-400 ini dinilai bisa mengekspos kelemahan jet tempur andalan AS, F-35.

Baca Juga: Pelaku Parodi Lagu Indonesia Raya WNI, Hendropriyono: Mereka Orang yang Mabuk oleh Mimpinya Sendiri

Kemudian, Turki menjelaskan bahwa S-400 tidak akan diintegrasikan ke dalam sistem NATO dan tidak menimbulkan ancaman bagi aliansi atau persenjataannya.

Namun, penjelasan itu tidak menghentikan AS menjatuhkan sanksi pada awal bulan ini untuk menghukum Turki di bawah Undang-undang Penentang Musuh Amerika Melalui Sanksi (CAATSA) yang bertujuan untuk menekan kembali pengaruh Rusia.

Ini adalah pertama kalinya CAATSA digunakan untuk menghukum sekutu AS.

Sanksi tersebut menargetkan Direktorat Industri Pertahanan Turki (SSB), yang diketuai Ismail Demir dan tiga pejabat senior lainnya. Ini juga termasuk larangan sebagian besar izin ekspor, pinjaman, dan kredit ke badan tersebut.

Baca Juga: Gara-gara Selfie Setelah Disuntik, Yunani Hentikan Program Vaksinasi untuk Pejabat Negara

Cavusoglu mengatakan Turki sendiri telah mengusulkan kelompok kerja bersama mengenai sanksi tersebut. 

“Sekarang lamaran itu datang dari AS. Karena kami selalu mendukung dialog, kami mengiyakan, dan negosiasi dimulai pada tingkat ahli,” kata Cavusoglu.

Ia juga mengatakan pemberian sanksi adalah salah langkah baik secara politik maupun hukum.

"Itu adalah serangan terhadap hak kedaulatan kami," katanya.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x